Langsung ke konten utama

Aku dan Pesantren Modern Daarul Uluum Lido

Sore mendung di Pesantren Modern Daarul Uluum Lido, suasananya tampak sebagaimana di kota santri, santriwan putra dengan koko dan kopiah serta santriwati putri dengan mukena putih bersih membawa kitab kuning di setiap hari Senin dan Kamis, mereka  terlihat mondar mandir kesana kemari mencari muallim ta'liim kitab kuning. 

Akhir-akhir ini banyak perubahan yang dilakukan Ponpes Daarul Uluum Lido, masa ini masih merupakan masa pencarian jati diri pesantren. Pesantren masih mencoba menerapkan peraturan dan kegiatan yang bisa dibilang saat ini masih tahap coba-coba untuk diterapkan, apabila baik dan sesuai dengan kondisi Daarul Uluum Lido, maka hal itu akan menjadi sunnah pesantren. Namun apabila tidak cocok dengan keadaan pesantren maka kegiatan atau peraturan tersebut akan diubah kembali.

Usia Daarul Uluum memang baru seumur jagung, masih banyak sistem yang perlu diperbaiki, berbagai cara untuk mengembangkan pesantren agar lebih maju lagi selalu diusahakan, dimulai dengan melakukan kegiatan study banding untuk pengurus hingga menghadirkan guru-guru berkompenten ke Daarul Uluum Lido guna mengajar.

Namun, yang saya rasakan dan saya amati, ternyata rasa cinta terhadap almamater lebih dalam dimiliki oleh guru-guru yang merupakan alumni dari Daarul Uluum itu sendiri, hal itu karena mereka telah mengetahui profil dan seluk-beluk pesantren, maka apabila merasa ada kekurangan dari pesantren hal itu bisa menjadi maklum adanya, dan adanya perkembangan akan sangat terasa mengingat jerih payah untuk terus mengembangkan Ponpes tercinta ini, begitupun dengan apa yang saya rasakan sendiri.

Saya Fera Rahmatun Nazilah mulai menginjakkan kaki di Daarul Uluum Lido pada tanggal 29 Juni 2007 setelah mengikuti beberapa tahap tes masuk pesantren akhirnya saya resmi menjadi santri Ponpes Daarul Uluum Lido, ijazah MI Darul Abror merupakan modal saya masuk ke pesantren ini, entah rencana apa yang telah Allah siapkan hingga saya bisa menuntut ilmu disini, karena tak seorang pun dari sanak saudara saya yang menimba ilmu di pesantren ini, mungkin ini rencana Allah, jadi memang sudah Allah beri jalan tanpa disangka-sangka sebelumnya.

Tahun ini, Alhamdulillah saya diberi kesempatan dan diberi kepercayaan untuk mengabdi di pesantren ini, niat saya mengabdi memang hanya untuk satu tahun, meski dalam hati terkadang terbesit pikiran bahwa satu tahun tidaklah cukup untuk membalas budi akan apa yang telah Daarul Uluum ajarkan dan berikan kepada saya, banyak sekali ilmu dan pengalaman yang saya dapat ketika mondok di pesantren ini, namun syiar saya untuk pondok Insya Allah akan terus memancar sepanjang usia, meski mungkin beberapa tahun lagi saya sudah tidak berdiam di pesantren ini lagi.

Alm. KH Ahmad Dimyati (rahimahuallah) pernah berkata saat khutbah pelepasan wisuda santrinya bahwa beliau tidak mengharuskan seluruh santrinya mengabdi di pesantren ini, beliau akan senang pula apabila ilmu yang didapatkan santrinya itu diamalkan di masyarakat. 

Tiba-tiba suara pidato itu mengiang-ngiang di telinga saya "Barangsiapa yang dapat membangun masjid, maka hendaklah membangun masjid, barangsiapa yang bisa mengajar mengaji maka hendaklah mengajar mengaji".

Maka saya pikir, cukuplah satu tahun saya mengabdi guna membalas jasa Daarul Uluum, selanjutnya saya akan mengabdi kepada pondok dengan menggunakan ilmu yang saya dapat dari sini, semoga dapat menjadi syiar untuk Daarul Uluum di kemudian hari. 

Doa doa akan selalu saya panjatkan untuk ponpes ini, semoga akan menjadi mata air di masyarakat di saat kekeringan moral dan akhlak semakin meningkat, semoga Daarul Uluum akan menjadi penengah di antara perselisihan yang terjadi di masyarakat.

Ungkapan terima kasih tidaklah cukup untuk membayar jasa guru-guru disini, saya tak bisa banyak memberi, dan cukuplah Allah sebaik-baiknya pemberi dan penghisab amal perbuatan.

Mungkin tulisan ini tidaklah menarik, saya hanya mencoba menguraikan apa yang sedang terbesit di pikiran saya, hitung-hitung sebagai latihan untuk menulis. Semoga ada manfaatnya Amiin

Bogor, 24 Oktober 2013


Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe