Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari April, 2018

Punya Budaya Tapi Ga Berbudaya?

Masyarakat Metropolitan dan Budaya Modern Suatu hari aku mengobrol lewat chat dengan kawanku. Kami membahas tentang tradisi opor ayam saat lebaran. "Ane kurang tau sejarah opor, kan ana bukan orang Betawi" sebuah chat dari kawan di sebrang masuk ke whatsapp ku Loh, emang opor dari Betawi ? jawabku heran Iya , balasnya “Ane orang Betawi, tapi ana gatau kalo opor Budaya Betawi haha. Kirain di semua daerah selalu sedia opor, karena di daerah ana ga wajar kalau lebaran ga ada opor”. “Loh, bukannya nte orang Sunda?”. “Ana orang Betawi Sunda gitu, ga jelas. Hehe”. balasku Dia lalu menjawab “Yeah, ciri khas orang metropolitan”. Jawabannya sebenarnya adalah pukulan keras bagiku, aku jadi berfikir. “Apa iya orang metropolitan ngga berbudaya?” -eh tiba-tiba jadi inget lagunya si Dul “Orang Betawi ga berbudaye, katenye” -. Budaya Betawi Vs Budaya Modern Akhir-akhir ini aku tertarik mengkaji budaya betawi. Sampai-sampai pernah berniat mengangkat budaya

Jabalurrahmah, Masjid Sakti Penebar Manfaat

Lantunan azan subuh bersahut-sahutan di langit Ciputat, membangunkan jiwa-jiwa yang ingin segera bercumbu dengan tuhannya. Malaikat malam bersiap pergi saat melihat kedatangan malaikat siang. Belum purna azan dikumandangkan, tiba-tiba suara gemuruh terdengar, air bah tumpah ruah membanjiri daratan Situ Gintung, dengan seketika ratusan rumah rata dengan tanah. Namun, ada bangunan yang masih berdiri kokoh, padahal jaraknya hanya beberapa meter dari tanggul Situ Gintung. Bangunan itu adalah Masjid Raya Jabalurrahmah. Surau berjarak 50 meter dari bendungan yang dibuat sejak zaman Belanda ini dibangun oleh yayasan wakaf H. Teuku Abdullah Laksaman dan Teuku Muhammad Tajib Idie. Sebelum diwakafkan, tanah itu merupakan tempat pemancingan umum. Masjid Raya Jabalurrahmah mulai dibangun pada 2006, kemudian selesai dan diresmikan pada 26 Mei 2007 oleh H. Teuku Abdullah Laksamana, pria berdarah Aceh yang menetap di Pondok Indah. Tidak ada hambatan dalam pembangunan masjid ini, karena tanah dan

Posisi Kedua Tangan Saat Sholat

Di manakah posisi tangan saat shalat? Mengenai hal ini, terdapat perbedaan di kalangan para ulama madzhab, diantaranya Menurut Imam Malik:   Ketika sholat, tangan kanan berada di atas tangan kiri dan keduanya diletakkan di atas pusar, di bawah dada. Menurut Imam Hanafi:   Apabila laki-laki maka disunnahkan meletakkan pergelangan tangan kanannya di atas pergelangan tangan kirinya sambil menggenggamnya dengan jari telunjuk dan jempol, kedua tangannya diletakkan di bawah pusar. Sedangkan perempuan disunnahkan untuk meletakkan kedua tangannya di atas dadanya tanpa menggenggam keduanya (dengan jari telunjuk dan jempol). Menurut Imam Hanbali :   Disunnahkan meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri dan diletakkan di atas pusar. (Laki-laki dan perempuan) Menurut Imam Syafi’i :   Disunnahkan bagi laki-laki dan perempuan meletakkan tangan kanannya di atas tangan kirinya dan diletakkan di bawah dada di atas pusar dan agak condong ke perut bagian kiri. Begitulah perkara m

Hukum Mengucap Amin saat Shalat

Mengucap kata “amin” setelah membaca Al-fatihah ketika sholat itu hukumnya sunnah. Menurut Imam Hanafi   :   Kata “Amin” pada saat shalat dibaca secara pelan, baik dalam sholat   jahr   (dengan mengeraskan suara pada dua rakaat pertama seperti Magrib dan Isya serta 2 rakaat pada sholat shubuh) maupun shalat yang   sir   (dengan tidak mengeraskan suara). Pelan berarti hanya dapat didengar oleh diri sendiri. Dan   “Amin”   diucapkan saat diri sendiri selesai membaca al-fatihah ataupun mendengar imam selesai membaca al-fatihah. Menurut Imam Maliki :   Mengucap   “Amin”   disunnahkan saat sholat berjamaah maupun sholat sendirian. Baik dalam shalat   jahr   maupun sholat   sir .  Sedangkan saat shalat berjamaah imam tidak mengucap amin, hanya makmum yang mengucap amin ketika imam selesai membaca al-fatihah. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali :   Mengucapkan   “Amin”   sunnah saat sholat   sir   atau   jahr.   Apabila dalam sholat   jahr , maka “amiin” dibaca dengan keras. Sedan