Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2018

Antara Usaha dan Doa

Sejak dulu aku selalu percaya ada kekuatan spiritual dalam setiap langkah kehidupan manusia. Kalau sedang jauh dengan sang pemilik kekuatan itu, pasti ada aja urusan yang terhambat. Aku akui, aku bukan orang pintar apalagi cerdas. Seringkali aku merasa kesulitan memahami materi pelajaran. Bahkan aku pernah sampai menangis karena tidak bisa mengerjakan soal matematika. Saat MI dulu aku baru satu kali menyabet rangking pertama, posisiku selalu ada di rangking kedua, kalah dengan kawan jeniusku, Nurma namanya. Dia bahkan selalu berhasil membuatku envy , dia bisa melanjutkan pendidikannya ke Insan Cendikia dan Institut Pertanian Bogor (IPB). Dua lembaga pendidikan yang juga aku impi-impikan. Sedangkan aku? Setelah lulus MI aku harus melanjutkan pendidikan ke sebuah pondok pesantren. Paksaan dari kedua orangtuaku. Pernah aku marah karena nggak mau masuk pesantren, tapi ayahku malah mengancam "Mau bapak sekolahin ngga? kalau ngga mau pesantren yaudah ga usah sekolah" Ancama

Menelusuri Kuliner Cirebon

Pertama kali denger nama "Cirebon" yang langsung terlintas di fikiranku waktu itu adalah udang rebon hehe. Aku kira Cirebon adalah daerah pesisir yang kaya dengan hasil kelautan, ternyata setelah mengunjunginya ngga kayak gitu hehe. Pekan lalu aku berkunjung ke rumah kawan di daerah Susukan, Cirebon. Di sepanjang perjalanan aku disuguhi pemandangan hamparan sawah hijau yang begitu menyejukkan mata. Begitu pula daerah Susukan. Betapa bahagianya bisa lihat sawah dari balik jendela rumah. Dududu Oya main ke Cirebon ngga lupa dong berburu kuliner khas Cirebon. Mumpung lagi di tanahnya kan, kapan lagi. Waktu itu aku nyobain beberapa kuliner Cirebon, diantaranya: Empal Gentong Kalau kamu menyusuri kawasan Cirebon, pasti banyak rumah makan yang menawarkan menu empal gentong. Diantara sederetan rumah makan yang menyediakan menu ini, empal gentong H.Apud dikenal paling legendaris. Berdiri sejak 1994, saat ini H Apud sudah membuka 3 cabang. Waktu itu aku makan empal gentong,

Sebuah Perbedaan (Part II)

Kak, emang kakak boleh sama orang Jawa? Pertanyaan itu tiba-tiba terlontarkan dari mulut kawanku, membuyarkan lamunanku dalam sekejap. Saat itu kami sedang makan berdua di sebuah mall. Sambil mengaduk-ngaduk makanan di depanku, aku pun mulai menceritakan keluh kesahku. Kawan di hadapanku tentu mengerti betul perasaanku, karena dia pun merasakan hal yang sama. Ia perempuan berdarah Jawa yang sedang dekat dengan laki-laki keturunan Sunda. Permasalahanku sebetulnya lebih kompleks, bukan hanya dari pihakku saja. Si dia pun begitu, aku tahu betul nasihat yang diucapkan Pak Leknya “Jangan sama orang Betawi ya” . Saat aku berkunjung kesana, berbagai pertanyaan mulai dihujamkan kepadaku. Kadang justru membuatku semakin minder . Tetapi hingga saat ini semuanya masih baik-baik saja. Kawanku yang lain pun begitu, ia yang berasal dari Lampung punya hubungan dengan laki-laki berdarah Betawi. Ibunya pun melarangnya. Suatu hari saya pernah membaca postingannya “Semakin paha

Apakah ini Cinta?

Pandanganku tertuju pada buku catatan usang di sebuah rak berwarna abu. Dari sekian banyak buku-buku di sana, entah mengapa aku tertarik untuk membaca buku itu. Kuperhatikan sampul buku tersebut, ada beberapa potret foto pemiliknya, foto yang diambil sekitar tahun 2011 hingga 2012. Lembaran-lembaran berisi catatan enam tahun silam tersusun rapi di halaman depan. Catatan tentang keluh kesah seorang remaja yang mulai beranjak dewasa. Ya, terutama puisi dan beberapa kisah asmara, sepertinya itu cinta pertamanya. Ada pula beberapa surat yang sepertinya ditulis oleh seseorang yang disukainya itu. Duh, sungguh kisah asmara anak santri yang masih menggunakan surat sebagai media hehe. Catatan itu lumayan banyak, namun tetap saja kulahap kata demi kata. Kucoba memahami perasaan sang penulis. Di antara beberapa kisah, ada satu judul yang menarik perhatianku, kurang lebih seperti ini "Tuhan, Ajari Aku Cinta". Sebuah catatan tentang bagaimana sang penulis memaknai cinta. Bagaima