Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2018

Lebaran yang Tak Seperti Dulu

Dentuman beduk dan takbir ramai terdengar di langit-langit malam, esok hari raya Idul Fitri ke-23 bagiku. Semakin lama momen Idul Fitri semakin terasa seperti plat mobil Jakarta, B aja. Entah karena usiaku yang semakin bertambah atau karena esensi Idul Fitri yang mulai memudar. Ingat masa kecil dulu, tak sabar rasanya menunggu hari raya Idul Fitri. Aku selalu bangun pagi bergembira menyambut hari raya. Saat membuka mata, aku langsung bangun, berdiri di atas kasur, melompat-lompat bahagia sambil mengucap "Yeay, hari ini lebaran". Entah mengapa momen lebaran saat kecil terasa begitu membahagiakan, senang memakai baju baru, senang makan kue-kue yang hanya tersedia saat lebaran, senang bertemu sanak saudara, senang bermain petasan dan kembang api, juga senang mendapat angpau dari orang-orang. Ah bahagia di masa kecil memang sesederhana itu. Kini momen Idul Fitri terasa biasa saja. Bahagia? Ya, tentu saja bahagia dapat kembali bertemu hari raya yang hanya ada satu tahun seka

Sebuah Perbedaan

Mobil grab yang kupesan akhirnya tiba di halaman depan pondokku, ku cek sekali lagi plat mobilnya, benar. Sesosok laki-laki terlihat dari balik kaca yang mulai terbuka. “Orderan Fera kan pak?” tanyaku. Iya, jawabnya. Aku pun segera masuk ke mobil karena air langit sudah mulai membasahi bumi. Pagi itu aku berangkat menuju pasar Asemka bersama kakak kelasku, belanja alat tulis untuk santunan anak yatim yang akan kami adakan dua hari lagi. Kuperhatikan mobil tersebut, terlihat ada tiga patung di depan kemudi, dengan cepat aku menebak, itu sepertinya bunda Maria, Yesus dan Bapak Yesus (entahlah penyebutannya benar atau ngga).  Di samping patung-patung   kecil tersebut ada foto yang terjepit di klip berbentuk bunga, ada tiga potret wajah pada foto itu, salah satunya adalah supir grab yang mengantar kami, sedangkan dua orang lagi adalah sesosok perempuan cantik dan anak perempuan yang kira-kira masih berusia satu tahun. Baru beberapa meter mobil melaju, bapak itu langsung membuk

Kopaja Sayang, Kopaja Malang

Semester lima lalu saya mendapat tugas UAS foto story di mata kuliah jurnalistik foto. Ketika itu saya mencoba mengangkat judul “Kopaja”. Mengisahkan bagaimana kopaja bertahan di antara berbagai macam transportasi lain yang jauh lebih oke. Kopaja punya masa lalu yang kurang baik, ia mengantongi beberapa riwayat kecelakaan. Bagaimana tidak, masa berlaku kendaraan banyak yang sudah kadaluarsa, berbagai fasilitas sudah tidak layak pakai, banyak supir yang menyetir ugal-ugalan, serta mengangkut muatan yang bejubel, sungguh tak berperikemanusiaan dan perikeadilan. Kini bukan hanya masa lalunya saja yang kelam, masa depan kopaja pun mulai tidak jelas, di ambang kepunahan, sudah di ujung tanduk. Sejak Ahok menjabat sebagai Gubernur DKI, Ahok sudah berniat untuk menghapuskan kopaja dari bumi Jekardah, ya, perlahan tapi pasti, dengan memperbanyak jumlah transjakarta, menambah rute serta jam operasinya. Ahok pun mulai mengajak kopaja untuk bergabung dengan transjakarta, yang tidak

Aku Sakit

Hai, kau tahu Aku sakit Sejak lalu Belum juga pulih hingga kini Meski kemarin baru keteguk obatnya Kau tahu? Obat itu justru membuat sakitku semakin parah Mereka bohong Mereka bilang obat itu bisa menyembuhkanku Justru ia semakin menggrogoti sakitku Hingga aku semakin melemah Hai, kau tahu Aku sakit Bisakah kau temukan obatnya untukku?

17 Ramadhan

Alhamdulillah, di tahun ini aku kembali sampai di hari ke 17 Ramadhan, hari di mana aku lahir ke bumi. Aku selalu suka tanggal 17 Ramadhan, waktu yang masyhur dikenal sebagai turunnya al-Qur'an. Sayangnya, hari ini aku masih berhalangan, sedih sekali rasanya tidak bisa berpuasa, shalat tarawih dan membaca al-Qur'an. Sungguh iri melihat mereka yang dengan khusyuk dapat bercumbu dengan Allah.  Sedangkan aku? Aku hanya bisa mendengar firman-firman-Nya melalui bacaan qur'an temanku. Ramadhan, jangan cepat berlalu. Oya, happy birthday Fera. Semoga bisa dipertemukan kembali di Ramadhan selanjutnya