Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2021

Sendiri

Dalam keadaan tertentu, aku benar-benar merasa sendirian. Tidak tahu harus menumpahkan semua kegelisahan ini kepada siapa. Kadang, aku bertanya-tanya "Apa aku benar-benar punya kawan yang bisa mendengar semua keluh kesahku?" Semakin dekat menuju waktu pernikahan, aku jadi semakin takut dan ragu. Apakah jalanku sudah benar? Apa aku sudah sepenuhnya yakin dengan keputusan ini? Apa dia benar jodohku? Banyak sekali pikiran berkelumit di kepalaku. Tapi aku hanya bisa menangis sendirian di saat semua orang sudah terlelap. Aku sendirian, menangis dalam gelap.

Apa Itu Opini Publik?

Dalam buku "Komunikasi Politik: Khalayak dan Efek" yang ditulis Dan Nimmo, disebutkan bahwa opini publik adalah proses yang menggabungkan pikiran, perasaan, dan usul yang diungkapkan oleh warga negara secara pribadi terhadap pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang bertanggung jawab atas tercapainya ketertiban sosial dalam situasi yang mengandung konflik, perbantahan, dan perselisihan pendapat tentang apa yang akan dilakukan dan bagaimana melakukannya. Opini publik tidak muncul begitu saja, ia tumbuh dari opini pribadi. Opini pribadi merupakan kegiatan verbal dan nonverbal yang menyajikan citra dan interpretasi individual tentang objek tertentu di dalam setting, biasanya dalam bentuk isu yang diperhitungkan orang.  Agar opini publik dapat tersusun, opini pribadi harus disebarluaskan melalui kegiatan kolektif dengan lebih banyak orang. Sehingga opini itu bisa diterima dan dimiliki massa secara luas. Penyusunan opini publik dari opini pribadi ini melibatkan sa

Warung Tuman BSD, Apakah Worth It?

Kemarin siang aku sempetin buat makan di Warung Tuman BSD yang berlokasi di Jl Ciater Tengah, Rt.4/Rw07, Ciater, Kec Serpong, Tangerang Selatan. Tempat makan ini lumayan terkenal dan ramai. Bahkan sudah banyak direview oleh para YouTuber dan banyak dijadikan konten di Tiktok. Oya yang unik, lokasi warungnya bener-bener di samping pemakaman umum. Entah kalau malam serem atau enggak hehe. Suasana Suasana dan nuansanya memang seperti pedesaan. Adem banget, banyak pohon rimbun termasuk pohon bambu, jadi betah berlama-lama di sini. Terasa seperti nostalgia kampung halaman.  Kursi di warung tuman berbentuk bale atau susunan kayu kayak di foto ini. Piring dan gelasnya juga khas banget, versi pedesaan. Mungkin kalau ditambah kendi untuk air putih bakal lebih asik. Warungnya ramai banget, sampe kadang pembeli harus nunggu pelanggan lainnya pulang buat dapet kursi kosong. Waktu itu banyak banget orang berduyun-duyun datang pakai mobil. Setiap kali satu gerombolan pelanggan pulang, gerombolan lai

Membuat SKBN/SKPN di BNNP DKI Jakarta

Hi there! Kali ini aku mau berbagi pengalaman membuat Surat Keterangan Bebas Narkoba (SKBN) atau Surat Keterangan Pemeriksaan Narkoba (SKPN) di Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta. Nah, SKBN biasanya dibutuhkan untuk persyaratan kuliah, melamar kerja, atau lainnya. Sebetulnya SKBN bisa dibuat di berbagai layanan umum lainnya, seperti Rumah Sakit atau kantor polisi. Tapi biasanya kalau di RS biayanya lumayan mahal, karena selain membayar alat tesnya, kita juga bayar registrasi dan dokternya. Maka dari itu, aku lebih suka cek langsung ke BNN karena biayanya lebih terjangkau. BNN sendiri ada di berbagai wilayah, ada BNN pusat, ada juga yang level provinsi. Nah kali ini aku mau sharing pengalamanku bikin SKBN di BNNP DKI Jakarta. Lokasi BNNP DKI Jakarta berlokasi di Jl Tanah Abang II No 102, Rt 9/Rw 3, Cideng, Kecamatan Gambir, Kota Jakarta Pusat, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 10150 Untuk ke lokasi ini, kamu bisa naik KRL atau bis Transjakarta. Dari situ kamu bisa naik gojek aja

Jurnal - Day 4

Saat dia pergi, dia membawa separuh hidupku. Aku mencoba terlihat baik2 saja. Tapi sebetulnya aku menangis dalam kesendirianku. Tak apa jika ingin pergi. Tapi tolong kembalikan separuh hidupku. Setelah itu, biar waktu yang menyembuhkan. Aku harus tetap hidup. Meski tanpanya.. ## Pagi ini, aku bangun seperti tak bernyawa. Lemas sekali rasanya, perutku juga kram. Bukan karena lemas efek covid. Aku tahu, ini karena suasana hatiku yang tak baik. Belum pernah aku merasakan yang seperti ini. Sesak di hati hingga mencapai perut. Badan lemas dan tak bersemangat. Apa yang harus kulakukan hari ini?

Jurnal Hidupku- Hari Ketiga

Hari ini aku mencoba swab antigen setelah 14 hari purna isolasi mandiri. Hasilnya alhamdulillah negatif. Kondisiku juga sudah membaik, meskipun masih sering lemas dan pusing, mungkin ini efek darah rendah yang disertai long covid.  Suasana hatiku sebetulnya tidak begitu baik. Tapi aku menyembunyikannya. Aku juga tak bercerita pada siapapun. Tak apa, aku bisa menumpahkan keluh kesahku di blog.  Menurutku mendiamkan seseorang lebih dari tiga hari bukan perbuatan yang bijak. Aku mengerti jika kita membutuhkan waktu untuk menenangkan diri saat marah. Tapi terlalu lama mendiamkan seseorang justru hanya menimbulkan ketidakpastian. Bukannya lebih baik bicara dan menjelaskan? Sehingga aku pun tak bingung dengan keputusan yang harus kulakukan? Apa aku harus minta maaf lagi? Atau aku harus pergi saja?  Kalau memang harus pergi tak apa, aku tak ingin memaksa seseorang untuk terus bersamaku. Setidaknya, tiga hari ini bisa menjadi latihan untukku terbiasa hidup tanpa kabar darinya atau tanpa mengab

Jurnal Hidupku - Hari 2

Pagi ini aku membersihkan halaman dekat rumahku. Aku benci sampah plastik, ingin sekali lingkunganku bersih dari sampah plastik. Maka aku mulai dengan membersihkan sampah-sampah yang bertebaran di got depan rumah, kemudian baru menyapu sampah-sampah plastik yang sudah mulai menempel dengan tanah kebun samping rumah. Kesalnya, sampah plastik tidak juga hancur meski dimakan waktu.  Membersihkan sampah plastik memang hal sepele. Namun melalui aksi kecil ini aku ingin tetanggaku sadar bahwa membuang sampah sembarangan bukanlah hal bijak. Hari ini tubuhku masih sangat lemas, aku hanya mampu menyapu sepertiga halaman. Tak apa, besok bisa dilanjutkan. Hari ini entah kenapa tanganku juga tremor, gemetar sekali setiap kali menyentuh barang. Mungkin efek lemas. Sudah beberapa hari ini juga aku kehilangan nafsu makan. Bahkan bukan hanya nafsu makan, aku juga kehilangan indra perasa lapar. Meski sejak pagi belum makan nasi, tak ada rasa lapar. Hanya lemas saja. Menjelang malam,  tenagaku mulai pul

Jurnal Hidupku - Hari 1

Hari ini aku mencoba lebih banyak tersenyum. Hasilnya, hidup ternyata terasa lebih ringan, meskipun keadaan hati tidak terlalu baik.  Akhir-akhir ini, kabar duka semakin sering terdengar, bahkan dari orang-orang terdekatku. Seolah mengingatkan bahwa kematian adalah misteri Tuhan yang bisa datang kapan pun.  Hari ini seperti kemarin2, badanku lemas sekali. Sebetulnya ada banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Tapi badanku seperti tak bertenaga. Bahkan sekadar makan pun tak kuasa. Malam ini juga seperti kemarin2, aku tidak bisa tidur. Beragam zikir, ayat dan doa sudah kubaca. Tapi tak juga bisa mengantar tidur. Padahal badan lemas bukan main. Oya, salah satu yang membuatku susah tidur juga karena pikiran dan hati yang tak karuan. Aku rindu sekali. Hai, bagaimana kabarmu hari ini? Semoga sehat selalu. Jangan lupa untuk tersenyum hari ini.

Bisakah Aku Menjadi Pahlawan?

Pagi menjelang siang, aku masih sibuk menyapu halaman rumah. Saat hendak mengumpulkan tumpukan daun-daun kering di kebun samping rumah, kulihat tukang sayung sedang duduk berteduh di sana, mungkin ia lelah mendorong grobaknya. Jam sudah mulai condong ke angka 11, sedangkan sayuran di gerobaknya belum juga habis terjual. Setelah menyeka keringatnya, tukang sayur itu pun berdiri kemudian pergi. Meninggalkan aku yang masih asyik menyapu dedaunan kering di kebun. Sebetulnya, membersihkan halaman rumah dan kebun biasanya dikerjakan bapakku. Namun karena dua hari terakhir bapakku demam, jadilah hanya bisa istirahat di kamar. Maka, aku yang menggantikannya. Meskipun kondisiku juga masih lemas efek Covid-19 dan nyeri perut pms. Tapi aku tetap lakukan meskipun agak lamban. Aku, anak kedua dari lima bersaudara, semuanya perempuan. Aku tahu, sejak dahulu ayahku mengharapkan anak laki-laki, tapi hingga mamaku melahirkan anak kelima, semuanya tetap perempuan. Mungkin memang seperti itu garis yang d

Sebenarnya Apa yang Kau Cari?

"Sebenernya apa sih yang teteh cari?" tanya kawanku di ujung telpon sana. Hening, aku terdiam beberapa saat. "Entah ya, aku cuma mencoba menikmati apa yang lagi aku jalani," jawabku sekenanya. Pertanyaan itu membuatku jadi tambah overthinking. Tiba-tiba mulai terbesit lagi di kepala. "Kenapa kuliah lagi? ""Kenapa sibuk2in diri kerja sampe sebegitunya?" "Emang apa yang kamu cari?" Kami memang sedang krisis identitas. Jangankan orang lain, diri sendiri saja sering kali bertanya-tanya "Kenapa menjalani ini?" "Mau apa ke depannya?" "Nanti bagaimana?" dan lain sebagainya.  Semakin dewasa, kita memang akan lebih sering mempertanyakan eksistensi diri. Mungkin dari situlah lahir berbagai gejala quarter life crisis . Saat usia belasan tahun, mayoritas orang mungkin punya mimpi yang begitu tinggi. Tapi memasuki usia 25 tahunan, aku pribadi semakin mencoba berpikir realistis. Tidak terlalu berekspektasi tinggi. Cukup

Tips Menghadapi Quarter Life Crisis

Malam itu, seperti biasa, aku dan beberapa kawanku berkumpul di sebuah kafe. Bukan untuk sekadar temu kangen, kami biasa berbagi keluh kesah, dari mulai persoalan kerja, keluarga, asmara, politik hingga berbagai isu terkini. Di antara semua obrolan, ada satu hal yang membuat miris, tapi terkadang kami tertawakan bersama, ya, obrolan tentang  quarter life crisis . Masalah kami memang berbeda, tapi kami semua sama-sama pernah merasa berada di titik terendah. Beberapa kawan bahkan sampai berpikir untuk mengakhiri hidupnya. Untungnya, itu hanya berada di tingkat niat saja dan tak pernah terealisasi. Dan untungnya, kami bisa berkumpul bersama, saling berbagi, sehingga bisa saling support satu sama lain, dan tentu saja, bisa menghalangi pikiran-pikiran untuk bunuh diri. Setidaknya, kami menyadari bahwa "kamu tidak sendiri, ada aku di sini." Dari obrolan kami, setidaknya aku bisa menarik beberapa tips untuk menghadapi quarter life crisis :    Terima dan cintai diri sendiri Hal perta