Langsung ke konten utama

Bisakah Aku Menjadi Pahlawan?

Pagi menjelang siang, aku masih sibuk menyapu halaman rumah. Saat hendak mengumpulkan tumpukan daun-daun kering di kebun samping rumah, kulihat tukang sayung sedang duduk berteduh di sana, mungkin ia lelah mendorong grobaknya. Jam sudah mulai condong ke angka 11, sedangkan sayuran di gerobaknya belum juga habis terjual.

Setelah menyeka keringatnya, tukang sayur itu pun berdiri kemudian pergi. Meninggalkan aku yang masih asyik menyapu dedaunan kering di kebun.

Sebetulnya, membersihkan halaman rumah dan kebun biasanya dikerjakan bapakku. Namun karena dua hari terakhir bapakku demam, jadilah hanya bisa istirahat di kamar. Maka, aku yang menggantikannya. Meskipun kondisiku juga masih lemas efek Covid-19 dan nyeri perut pms. Tapi aku tetap lakukan meskipun agak lamban.

Aku, anak kedua dari lima bersaudara, semuanya perempuan. Aku tahu, sejak dahulu ayahku mengharapkan anak laki-laki, tapi hingga mamaku melahirkan anak kelima, semuanya tetap perempuan. Mungkin memang seperti itu garis yang ditakdirkan tuhan.

Maka, aku mulai sadar diri. Meskipun hanya anak perempuan, sejak kecil, entah kenapa aku selalu punya harapan bisa menjadi andalan dan pelindung keluarga. Saat SD, pernah suatu ketika aku tidur agak malam. Sebelum tidur, aku selalu melihat keadaan di luar rumah, aman. Namun saat pagi hari, beberapa bagian dalam mobil kami ternyata sudah dicuri maling. Ada rasa kecewa dalam diriku, padahal aku terjaga paling malam, juga tidur di kamar depan yang berhadapan dengan garasi. Tapi aku sama sekali tidak menyadarinya dan tidak bisa menjaga keluargaku. Ya, tapi kalaupun aku terbangun, apa yang bisa dilakukan seorang anak SD?

Sejak SD, aku selalu push diriku untuk menjadi yang terbaik dan jadi kebanggaan orangtua. Aku dikenal sebagai salah satu murid yang pandai. Saat melanjutkan sekolah di pesantren, aku selalu berhasil menyabet peringkat pertama. Mungkin semua orang di pesantren pun mengenaliku, karena setiap akhir tahun, aku selalu mendapat penghargaan dan maju ke atas panggung. 

Kata orang, anak kedua biasanya paling berbeda. Mungkin ada benarnya, sebab terkadang aku pun merasa demikian. Di antara semua saudariku, hanya aku yang paling ngotot belajar dan dapat nilai terbaik. Orangtuaku tak pernah menuntut, sehingga adik-adikku pun belajar seadanya saja.

Setelah kakakku menikah, aku memposisikan diriku sebagai anak sulung saat berada di rumah. Sebisa mungkin aku membantu kedua orangtuaku. Saat orangtuaku sakit, mungkin aku yang jadi paling overthiking. Sebisa mungkin aku berupaya menggantikan tugas bapak dan mamaku. 

Saat mamaku sakit, kesulitannya akan jadi dua kali lipat. Aku harus memastikan dapur tetap mengepul dan lauk tersedia di meja makan. Meskipun masakanku selalu mendapat komentar dari mama, entah karena kurang asin, keasinan, terlalu basah, terlalu kering, dan lain sebagainya. Tapi setidaknya ada makanan yang bisa dimakan. Aku juga harus siap sedia mencuci pakaian dan membersihkan rumah. 

Aku selalu berharap bisa menjadi contoh yang baik untuk adik-adikku. Aku berharap adik-adikku bisa rajin belajar dan bekerja. Tapi meskipun aku mengomel sepanjang hari, adik-adikku tetap tidak sadar juga. Tetap hobi rebahan, main game dan nonton film saja sepanjang hari. Ya, kita memang tak punya kuasa untuk bisa mengubah orang lain. Bahkan Allah saja enggan mengubah suatu kaum sampai mereka berupaya mengubah diri mereka sendiri.

Aku selalu berangan-angan bisa menjadi pahlawan, bisa menjadi pelindung keluarga, bisa mengubah dunia, namun aku hanyalah orang biasa.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...