Langsung ke konten utama

Mengapa Menikah?

 "Teh, kenapa teteh memutuskan buat nikah?" tanya kawanku saat aku baru saja duduk di sofa kantornya. ("Teteh" memang sapaan akrab kawan-kawanku di kampus. Tapi kemudian merambat ke tempat lain). 

"Hmm, kenapa ya. Karena menurutku udah waktunya aja." jawabku seadanya. 

Menikah memang bukan keputusan yang mudah. Bahkan sampai saat ini aku masih "seperti belum percaya" kalau sudah menikah. Aku memang sudah lama mengenal suamiku. Tapi untuk menjalani bahtera rumah tangga, itu soal lain. 

Keputusan untuk berumah tangga bukan diambil karena emosi sering ditanya "Kapan nikah?" Bukan juga karena usia yang semakin bertambah. Keputusan menikah harus didasarkan pada kesadaran dan kesiapan penuh dari diri sendiri. 

Ada begitu banyak hal yang harus kita pertimbangkan sebelum menikah, dari mulai kesiapan fisik, materi, hingga psikis. Yang perlu diperhatikan pula, menikah bukan hanya menjalin hubungan dengan suami/istri, tetapi juga mertua dan antar keluarga. 

Di bulan-bulan pertama, aku sangat kesulitan beradaptasi. Terlebih aku dan suami berasal dari latar budaya dan bahasa yang berbeda. Aku dan suami kerap kali bertengkar karena kesalahpahaman. Tapi untungnya semua bisa cepat diselesaikan. 

Bersyukur sekali punya suami yang bisa sabar menghadapi aku yang sering mood swing dan marah-marah. Tapi aku pun tidak segan untuk mengutarakan apa yang kurasakan dan kupikirkan, sehingga semuanya bisa dibicarakan dan dikomunikasikan. Bahkan beberapa kali kita pillow talk sampai sama-sama nangis juga hehe.

Menikah itu rasanya nano-nano, ada senang, bahagia, sabar, syukur, ikhlas, kesal, sebal, dan banyak lagi. Yang pasti, aku menikmati setiap prosesnya dan akan terus belajar.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...