Jurnalistik Islam adalah sarana berdakwah, seorang jurnalis muslim berkewajiban menjunjung jurnalisme Islam sebagai ideologinya. Menjadi jurnalis muslim tidak hanya diterapkan di media Islam, ideologi itu harus mengakar dan dipraktikkan meskipun tidak bekerja di media Islam.
Jurnalis muslim adalah sosok juru dakwah di bidang pers yang mengemban dakwah bil qolam (dakwah dengan pena). Karena mengemban amanah sebagai penyampai pesan sebagaimana Rasulullah Saw, para jurnalis muslim juga harus dibekali dengan sifat-sifat kenabian, yaitu shiddiq, amanah, tabligh dan fathonah.[13]
Shiddiq artinya benar, seorang jurnalis muslim harus menginformasikan berita sesuai fakta. Amanah berarti tepercaya, seorang jurnalis muslim harus bisa dipercaya, artinya dia bukan seorang pendusta, bukan seorang yang suka memanipulasi atau mendistorsi fakta.
Tabligh artinya menyampaikan, maksudnya seorang jurnalis muslim harus menyampaikan kebenaran dan kebaikan, bukan menyembunyikan informasi yang diketahuinya. Jurnalis muslim juga dituntut untuk menjadi cerdas, sebagaimana sifat fathonah yang berarti cerdas. Maksudnya ia harus memiliki wawasan luas, mampu menganalisis dan membaca situasi.
Setidaknya ada lima peranan jurnalis muslim, yaitu:[14]
1. Sebagai pendidik (Muaddib), yaitu melaksanakan fungsi edukasi yang Islami. Jurnalis muslim memikul tugas mulia untuk mencegah umat muslim dari perilaku menyimpang.
2. Sebagai pelurus informasi (Musaddid). Setidaknya ada tiga hal yang harus diluruskan oleh para jurnalis muslim. Pertama, informasi tentang ajaran dan umat Islam. Kedua, informasi tentang karya-karya atau prestasi umat Islam dan ketiga, investigasi dan reportasi kondisi umat Islam di berbagai penjuru dunia. Tugas musaddid ini menjadi sangat urgen mengingat informasi tentang Islam yang datang dari pers Barat biasanya menyimpang, berat sebelah, distorsif, manipulatif dan memojokkan Islam. Para musaddid juga dituntut berusaha mengikis fobia Islam (Islamophobia) yang merupakan produk propaganda pers Barat yang anti-Islam.[15]
3. Sebagai pembaharu (Mujaddid), yakni penyebar paham pembaruan akan pemahaman dan pengamalan ajaran Islam (reformisme Islam). Para jurnalis Islam dituntut untuk mampu memurnikan pemahaman tentang Islam dan pengamalannya (membersihkannya dari bid’ah, khurafat, tahayul, dan isme-isme asing non-Islami) dan menerapkannya dalam segala aspek kehidupan umat.[16]
4. Sebagai pemersatu (Muwahhid), yaitu orang yang mampu menjadi jembatan yang memersatukan umat Islam. Hal ini selaras dengan kode etik jurnalistik yang berupa impartiality (tidak memihak pada golongan tertentu) dan menyajikan dua sisi dari setiap informasi (both side information).
5. Sebagai pejuang (Mujahid), yaitu pejuang pembela Islam yang membentuk pendapat umum untuk menegakkan nilai-nilai Islam, menyemarakkan syiar Islam, mempromosikan citra Islam yang positif dan rahmatan lil’alamin, serta menanamkan ruhul jihad di kalangan umat.
[1] Kustadi Suhandang, Manajemen Pers Dakwah (Bandung: Marja, 2007), Cet.1, h.129
[2] Kustadi Suhandang, h.130
[3] Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Ciputat: UIN Press, 2015), Cet.1, h.17
[4] Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h.23
[5] Huston Smith, Agama-Agama Manusia (Jakarta: Serambi, 2015), Cet.1, h.253
[6] Anton Ramdan, Jurnalistik Islam (Jakarta: Shahara Digital Publishing, 2015), Cet.1, h.344
[7] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 153
[8] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 153
[9] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 153
[10] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), Cet.6, h.119
[11] Kustadi Suhandang, Manajemen Pers Dakwah, h.139
[12] Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islam (Jakarta: Harakah, 2002), Cet.6, h. 64
[13] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h.121
[14] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h.122
[15] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h.122-123
[16] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h. 123
[17] Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islam, h. 92
[18] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 151
[19] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h.115
[20] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 155
[21] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 163
Komentar
Posting Komentar