Langsung ke konten utama

Eksistensi Jurnalisme Islam dalam Sistem Komunikasi Internasional

Komunikasi internasional adalah komunikasi yang disampaikan oleh seseorang yang mewakili negara kepada komunikan dari negara lain. Baik untuk memperoleh dukungan, bantuan ataupun kerjasama. Cakupan komunikasi internasional sangat luas, lingkupnya bersifat lintas negara.
Saat ini umat Islam dihadapi dengan tantangan pers Barat yang merekayasa pemberitaan tentang Islam dengan tujuan memojokkan posisi Islam di arena internasional. Lebih dari itu, media massa Barat dan agen-agennya gencar menyuarakan nilai-nilai, pemikiran dan budaya Barat melalui media massa. Hal ini bertujuan agar umat muslim menjadikan Barat sebagai kiblat, baik dalam kebudayaan maupun gaya hidup. Maka tak heran bila muslim-muslim di dunia mengalami degradasi moral dan akhlak.
Sayangnya, media Islam di dunia internasional hanya berkontribusi sedikit, belum lagi Islam pun mengalami perpecahan sehingga membentuk kelompok-kelompok. Jangankan bersatu untuk memerangi Barat, masing-masing kelompok saja masih sering menyerang kelompok lainnya.
Menurut Eli Abel, 90% lalu lintas informasi dunia dikuasai Barat. Agen-agen berita seperti UPI (AS), Reuters (London), AFP (Prancis), kini mengendalikan pertukaran berita-berita internasional-kantor berita yang kini dikelola negara-negara Muslim tak satu pun yang dominan. Lebih parahnya, kebanyakan operasinya justru bergantung pada kantor-kantor dominan Barat.[19]
Amerika Serikat misalnya, memiliki banyak perusahaan media besar. Di antaranya, untuk media cetak sekitar 3.800 buah di seluruh Amerika dan terdapat lebih dari 20 gabungan atau jaringan perusahaan persuratkabaran. Empat media terbesar oplah penjualannya perhari, sebutlah USA Today dengan oplah 2.317.000 perhari, The Wall Street Journal dengan oplah 1.752.000, The New York Times 1.086.000, Los Angeles Times 1.078.000, dan The Washington Post 824.282. Sedangkan media elektronik terdapat 1100 stasiun pemancar televisi dan 265 di antaranya adalah stasiun non komersial. Beberapa jaringan televisi yang dilayani oleh jaringan televisi komersial, yaitu ABC, CBS, dan NBC yang masing-masing memiliki sekitar 200 stasiun afiliasi yang menyiarkan program-program siarannya. Sementara The Public Broadcasting System (PBS) memiliki 265 stasiun yang menyiarkan programnya. Belum lagi media televisi CNN yang dituding banyak pihak telah habis-habisan mendukung kebijakan luar negeri pemerintah AS (MISSI 2003: 15).[20]
Segala upaya makar yang dilakukan Barat pada hakikatnya dikarenakan mereka ingin tetap mendominasi dunia, terlebih dari umat Islam yang dahulu pernah mengalami masa keemasan. Sayangnya para penulis -juga jurnalis muslim- yang melakukan dakwah bil qolam masih tergolong sedikit. Apalagi muballigh yang piawai berceramah yang juga menorehkan pemikirannya dalam bentuk tulisan. Padahal dengan tulisanlah para ulama bisa mengabadikan pemikiran-prmikirannya dan namanya dapat terkenang sepanjang masa.
Era kemajuan teknologi dan informasi menjadi tantangan bagi jurnalis Islam. Mengenai hal ini, Sardar dalam bukunya “Tantangan Dunia Islam Abad XXI: Menjangkau Informasi”, mengemukakan gagasan tentang perlunya strategi umat Islam dalam menghadapi tantangan abad informasi. Menurutnya strategi yang perlu dirumuskan, antara lain: pertama, sesuai dengan asas hikmah dan syura. Negara-negara muslim harus mengembangkan lembaga-lembaga riset, mereka juga harus bekerjasama dengan sesama negara muslim agar terlepas dari label negara industri.
Kedua, sesuai dengan asas istislah, yakni negara muslim harus mengembangkan struktur informasi yang relevan bagi konsumen lokal dan nasional. Ketiga, sesuai asas adl, bagian infrastruktur yang didesentralisasi harus memberikan jasa untuk mengembangkan kemampuan berpartisipasi pada seluruh masyarakat muslim. Keempat, berdasarkan prinsip ilm yang didefinisikan sebagai pengetahuan distributif komunikasi sains dalam umat harus digalakkan. Penghormatan terhadap ulama harus diwujudkan dalam pemenuhan kebutuhan ilmuwan dan cendekiawan Islam. Kelima, sesuai dengan prinsip syura dan ummah, diperlukan kerjasama para peneliti dan cendekiawan lewat jaringan informasi muslim internasional dan jasa informasi referensi Islam. Keenam, para cendekiawan dituntut tampil sebagai penjaga gawang peradaban Islam dan penyedia (pemasok) gagasan (Sardar 1988).[21]
Apa yang digagas oleh Sardar tentu saja bukan hal yang mudah untuk diimplementasikan. Eksistensi jurnalistik Islam memang masih di ambang, apakah hanya angan-angan belaka, ataukah dapat terwujud. Karena hingga saat ini negara-negara Islam justru masih menjadi pasar potensial bagi media Barat melalui globalisasi informasi. Hal ini dikarenakan Barat telah menguasai teknologi, sementara umat Islam masih menjadi pengguna yang bergantung pada Barat.
Dewasa ini dunia dihadapkan dengan permasalahan berita palsu atau hoax. Sayangnya, umat Islam masih awam dan hanya bisa menjadi konsumen, bahkan lebih parahnya ikut menjadi penyebar kabar palsu tersebut. Di sinilah peran jurnalis muslim harus ditampakkan, ia harus maju memberantas kedustaan di media sesuai dengan ideologi jurnalis Islam. Para jurnalis muslim harus mampu mengemban misi suci jurnalis Islam sebagaimana yang diperintahkan dalam surat Al-Qolam ayat 1 “Nun, perhatikanlah al-qalam dan apa yang dituliskannya”.
Tantangan jurnalistik Islam lainnya adalah islamophobia yang merupakan produk propaganda para pers Barat. Umat Islam sesungguhnya sedang dipojokkan dengan ujaran kebencian melalui media massa. Sehingga jutaan manusia menoleh kepada Islam dan memandang Islam sebagai agama kejam yang melahirkan teroris.
Hal ini selaras dengan apa yang dikemukakan Edward Said dalam “Covering Islam” bahwa media Barat telah memberikan informasi yang keliru dan menyesatkan tentang Islam. Akbar S. Ahmed dalam bukunya “Discovering Islam” juga mengungkapkan gambaran buruk pers (media) Barat terhadap para pemimpin Islam.[22]
Bahkan media Barat sampai saat ini masih menampilkan permusuhannya kepada Islam. Mereka secara konsisten menyerang umat Islam dengan informasi-informasi yang menyesatkan dan menyinggung perasaan umat Islam. Sikap media Barat yang seperti ini menunjukkan bahwa Barat masih memandang Islam sebagai musuh yang harus diperangi.
Melalui jurnalistik Islam, diharapkan para jurnalis mampu maju di garda terdepan untuk berdakwah membela dan membersihkan citra-citra Islam. Untuk merealisasikan itu semua, umat Islam membutuhkan wahana budaya tanding (counter culture) melalui penciptaan jurnalisme (pers) Islam yang kuat dan mendunia. Dengan begitu, Islam dan umatnya bisa keluar dari bayang-bayang dan hegemoni Barat yang secara sistemik melakukan “neo-imperialisme” melalui jaringan media internasionalnya yang kuat.
F.     Contoh Faktual Jurnalistik Islam
Salah satu tugas jurnalis muslim adalah memperbaiki citra Islam di mata dunia. Dalam berita berjudul “Muslim Kanada Berjuang Perbaiki Citra Islam” yang diterbitkan pada 15 Desember 2017 lalu, Republika memberitakan bahwa 28 persen orang Kanada tidak menyukai umat Islam, dibandingkan dengan 16 persen orang yang tidak menyukai orang-orang Aborigin yang tanahnya ditempati oleh orang-orang Eropa. Pada 2017, Angus Reid Institute and Faith di Kanada menunjukkan bahwa 46 persen orang Kanada menegaskan bahwa Islam merusak Kanada.
Banyak warga Kanada yang khawatir dengan umat Islam. Hal ini bukan tidak berdasarkan sebab. Beberapa faktor nampaknya menjadi penyebabnya. Salah satunya, adalah perilaku beberapa Muslim di luar negeri, seperti Daesh (yang memproklamirkan diri sebagai kelompok Negara Islam) atau Al-Qaeda atau pelaku bom bunuh diri atau pembunuh yang membunuh orang-orang yang tidak bersalah, atau orang-orang yang mereka anggap menghina Islam, sambil menangis "Allahu Akbar". (Republika)
Sementara pemimpin Kanada yang bertanggung jawab menegaskan, bahwa Islam adalah agama damai dan bahwa umat Islam paling menderita akibat terorisme. Beberapa pemimpin Kanada, seperti mantan Perdana Menteri Stephen Harper, tampaknya menyamakan terorisme dengan Islam. Harper bahkan menghindari menghadiri upacara kelompok utama Muslim, yang mengabdi kepada Kanada dengan dedikasi setiap hari. (Republika)
Wujud kejahatan utamanya adalah Islamofobia. Berbicara atas nama kebebasan, mereka mengutuk Islam dan Muslim, serta bersikeras bahwa Muslim berusaha menerapkan peraturan Syariah pada semua orang Kanada. Hal ini dinilai tidak masuk akal. Karena umat Islam yang mungkin jumlahnya sekitar satu setengah juta di negara berpenduduk 35 juta itu, tidak mungkin memaksakan Syariah pada orang lain. Kebanyakan Muslim di Kanada adalah sekuler dan mematuhi hukum Kanada. Semua jajak pendapat menunjukkan, bahwa umat Islam menyukai Kanada sebagaimana adanya, dan tidak ingin tinggal di tempat lain. (Republika)
Karena itu, Seorang pensiunan jurnalis sekaligus pegawai negeri sipi di Kanada, Mohammed Azhar Ali Khan mengatakan, sudah menjadi tanggung jawab Muslim sendiri untuk memperbaiki hubungan dengan sesama orang Kanada dan untuk memperbaiki citra Islam. Jajak pendapat juga menunjukkan, bahwa orang-orang Kanada yang memiliki kontak dengan umat Islam membentuk kesan yang lebih baik tentang Muslim dan Islam sebagai hasilnya. (Republika)
Citra buruk terhadap umat muslim ini membuat muslim Kanada terkucilkan, hal itu akan berpengaruh pada pemenuhan kebutuhan hidup, mendapatkan pekerjaan dan pendidikan, serta tantangan beribadah di tengah-tengah masyarakat yang mayoritas non-muslim.
Citra buruk terhadap dunia Islam ini tentu saja dikonstruksi oleh media massa Barat yang tidak mengetahui Islam sesungguhnya. Kasus terorisme disandarkan kepada agama Islam.

[1] Kustadi Suhandang, Manajemen Pers Dakwah (Bandung: Marja, 2007), Cet.1, h.129
[2] Kustadi Suhandang, h.130
[3] Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, (Ciputat: UIN Press, 2015), Cet.1,  h.17
[4] Rusmin Tumanggor dan Kholis Ridho, Antropologi Agama, h.23
[5] Huston Smith, Agama-Agama Manusia (Jakarta: Serambi, 2015), Cet.1, h.253
[6] Anton Ramdan, Jurnalistik Islam (Jakarta: Shahara Digital Publishing, 2015), Cet.1, h.344
[7] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 153
[8] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 153
[9] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 153
[10] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), Cet.6, h.119
[11] Kustadi Suhandang, Manajemen Pers Dakwah, h.139
[12] Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islam (Jakarta: Harakah, 2002), Cet.6, h. 64
[13] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h.121
[14] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h.122
[15] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h.122-123
[16] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h. 123
[17] Ahmad Y. Samantho, Jurnalistik Islam, h. 92
[18] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 151
[19] Asep Syamsul, Jurnalistik Praktis, h.115
[20] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 155
[21] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 163
[22] Hakim Syah, Jurnal Komunikasi Islam | Volume 02, Nomor 01, Juni 2012 | 159

Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe