Suatu hari seorang teman bertanya kepadaku “Fer, gimana sih
rasanya jatuh cinta? Sampe lupa rasanya”. Aku yang ditanya hanya terdiam,
bingung juga harus menjawab apa. Pertanyaan yang lucu sekaligus miris.
Lucu
karena baru pertama kali pertanyaan semacam ini dilontarkan kepadaku, miris
karena rupanya dia jomblo akut bertahun-tahun yang bahkan tidak tahu rasanya
jatuh cinta.
Aku hanya tertawa, teman lainnya menimpali “Bukannya kamu
tau rasanya?”
“Ah biasa aja” jawabku sambil tertawa.
Sejujurnya jatuh cinta sungguh bukan perkara biasa, dia bisa
menguasai kerja otak, membuatnya bahagia atau justru sengsara. Hanya karena
cinta kamu bisa tersenyum sepanjang waktu, namun karena cinta juga kamu bisa
jatuh terpuruk, meninggalkan semua pekerjaanmu berminggu-minggu, kemudian hanya memikirkannya
sepanjang waktu.
Menurutku kamu adalah orang yang beruntung karena tidak
sedang jatuh cinta, betapa indahnya menikmati hidup tanpa harus terbebani hanya
karena terus memikirkannya. Kamu bisa bahagia dengan caramu sendiri.
Duh kamu harus berhati-hati dengan perkara cinta, jangan
mudah menempatkan cintamu pada orang lain, sungguh rugi bila itu adalah orang
yang salah.
Karena saat ini aku sedang terbebani cinta, ya efek dari
jatuh cinta, yaitu rindu, rindu yang mendalam. Ah ternyata Dilan benar, rindu
itu berat, dia melahap semua moodku, membuatku mengabaikan semua tugasku, lebih
memilih untuk mengajak jari-jariku menari di atas keyboard laptop, lalu
menuliskan puisi rindu yang sebelumnya tak pernah terfikirkan.
Ah betapa gilanya aku, tak mampu meluapkan semua rindu ini,
terkunci rapat di dalam hati, kemudian ku biarkan dia naik melalui doa-doa,
meminta tuhan menjaganya, menjaga dia untukku.
Duh betapa pengecutnya aku untuk menyapanya terlebih dahulu,
bahkan untuk sebuah pesan singkat seperti “Sudah tidur? Atau Sedang apa?”
Yang aku bisa hanya mendengar lagu yang ia sering dengar,
membaca ulang kembali obrolan yang masih menyisa di riwayat chat, memandang
fotonya, serta menunggu suaranya terdengar dari mikrofon masjid, mendengar
lantunan adzan merdu darinya.
Kau tahu, rindu ini tak pernah hilang, selalu bertambah setiap harinya, bahkan sekalipun kau bisa menatap wajahnya sepanjang waktu. Yang lebih parahnya justru rindu itu masih ada meskipun dia di sampingmu.
Ah rindu, apalah itu. Tak berarti apapun untuk orang yang belum berhak dirindukan. Semoga kelak rindu itu bisa menjadi butiran-butiran pahala yang semakin menumpuk dalam keridhaan sang pencipta hati.
Komentar
Posting Komentar