Langsung ke konten utama

"Mengajar: Keluar dari Zona Nyaman"



Miss, are you enjoying being a teacher? muridku tiba-tiba bertanya demikian di tengah jam pelajaran. Aku tersenyum, kemudian menjawab "No" sambil tertawa kecil, agar ia menganggap itu hanya bualan semata. Baru kali ini ada yang bertanya tentang perasaanku mengajar. Entah mengapa muridku bertanya demikian. Mungkin kala itu wajahku terlihat kurang mood mengajar.

Sejak dahulu, menjadi guru memang bukan cita-citaku. Bahkan aku pun sengaja tidak mengambil pendidikan keguruan. Tapi, siapa yang bisa menduga jalur rezeki? Aku hanya mencoba memanfaatkannya dengan berniat mengasah kemampuan dan pengetahuanku.  

Jalan rezeki memang datang dari arah yang tidak disangka-sangka. Ingat sekali di suatu hari aku pernah berkata ke suami "Mas, pengen deh punya kegiatan yang rutin, yang waktunya tetap." Ucapan itu keluar dari mulutku lantaran bosan di rumah terus. Meskipun aku sudah punya pekerjaan, tapi Work from Home lama-lama jadi membosankan bagiku. 

Siapa sangka, aku yang menghindari mengajar, justru malah ketiban rezeki jadi pengajar. Aku akhirnya mencoba memanfaatkan peluang itu. Mungkin ucapanku yang singkat kala itu memang ikut diaminkan malaikat dan suamiku.

Jadilah kali ini aku keluar dari zona nyamanku, mengajar. 

Mengajar memaksaku untuk mengontrol jiwa introvertku. Mengajar memintaku untuk banyak berbicara dan berinteraksi. Mengajar menuntutku untuk mengulang pelajaran dan belajar hal baru, dan masih banyak lagi.

Pada awalnya, aku beberapa kali sampai menangis karena terlalu lelah. Beberapa kali terpikirkan untuk menyerah. Tapi suami selalu mendukungku dan menguatkan. 

Dalam hidup, kita memang sering kali dihadapkan pada dua hal, pertama, terus maju, menghadapi tantangan dan melampaui limit kemampuan diri. Kedua, menyerah karena menganggap itu bukan jalan takdir kita. 

Kali ini, aku sedang berupaya melewati jalur pertama. Semoga aku tetap mampu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe