Malam ini lagi-lagi kutenun rindu. Di tengah dinginnya udara Megamendung yang menusuk kulit dan tulangku. Ah, jarak memang selalu menyisakan rindu, bahkan di kala dekat pun aku tetap rindu. Tak peduli seramai apapun keadaan di sekelilingku, rindu tak pernah mau diajak bernegosiasi.
Rindu tak segan-segan berubah menjadi rasa cemburu. Kabar buruknya, kecemburuan itu seringkali mengubahku menjadi pemarah dan kekanak-kanakan. Sebaliknya, ia tak pernah mau mencoba memahami kemauanku. Bukannya wanita selalu ingin dimengerti?
Jika sudah emosi karena rindu, amarah tak pernah bisa kutahan jika melihat orang lain asyik bersamanya. Sedangkan aku terpisah dengan jarak dan terbelenggu rindu. Kini, aku baru menyadari bahwa aku sangatlah egois. Ah tapi cinta memang selalu egois.
Ya, sungguh egois. Tapi egois adalah cara cinta menjaga. Bukankah kita semua takut kehilangan?
Rindu tak segan-segan berubah menjadi rasa cemburu. Kabar buruknya, kecemburuan itu seringkali mengubahku menjadi pemarah dan kekanak-kanakan. Sebaliknya, ia tak pernah mau mencoba memahami kemauanku. Bukannya wanita selalu ingin dimengerti?
Jika sudah emosi karena rindu, amarah tak pernah bisa kutahan jika melihat orang lain asyik bersamanya. Sedangkan aku terpisah dengan jarak dan terbelenggu rindu. Kini, aku baru menyadari bahwa aku sangatlah egois. Ah tapi cinta memang selalu egois.
Ya, sungguh egois. Tapi egois adalah cara cinta menjaga. Bukankah kita semua takut kehilangan?
Malam ini lagi-lagi kutenun rindu, untukmu. Semoga segera dapat kulihat wajahmu, juga mendengar kabar darimu, meski hanya sebaris chat di whatsappku.
Hai kamu, sungguh aku rindu.
Megamendung, 13 September 2019
Komentar
Posting Komentar