Langsung ke konten utama

Khulafaur Rasyidun

Sepeninggalan Rasulullah Saw, umat islam dipimpin oleh pemimpin yang disebut khalifah, mereka disebut khulafaur rasyidun (orang-orang yang diberi petunjuk). Mereka berjumlah empat, di antaranya Abu Bakar Ash-Shiddiq R.a, Umar bin Khattab R.a, Utsman bin Affan R.a, dan Ali bin Abi Thalib R.a. Mengenai khilafah Rasulullah Saw bersabda:
حدثنا سوار بن عبد الله، حدثنا عبد الوارث بن سعيد، عن سعيد بن جمهان، عن سفينة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «خلافة النبوة ثلاثون سنة، ثم يؤتي الله الملك أو ملكه من يشاء»
Rasulullah Saw bersabda “Khilafah kenabian itu (bertahan) selama 30 tahun kemudian Allah mendatangkan raja-raja atau kerajaannya kepada yang dikehendaki.”. (HR Abu Dawud)
Adapun hadis tentang khilafah nubuwwah 30 tahun menunjukkan bahwa masa kekhilafahan akan berlangsung selama 30 tahun. Hal ini benar adanya, karena masa kepemimpinan Abu Bakar (w 13 H) berlangsung selama 2 tahun 3 bulan, Umar (w.23 H) selama 10 tahun 6 bulan, Ustman (w.35 H) berlangsung selama 12 tahun, dan Ali (w.40 H) selama 4 tahun 9 bulan dan khilafah Hasan (w.49/50 H) 6 bulan. Jumlahnya 30 tahun 4 bulan. Jika dibulatkan maka jumlahnya adalah 30.
A.    Abu Bakar As-Shiddiq
Abu Bakar Siddiq merupakan lelaki keturunan Quraisy yang lahir 2 tahun 6 bulan setelah peristiwa penyerangan Makkah oleh tentara gajah. Nama aslinya ialah Abdullah bin Utsman bin Amir Al-Qursy At-Taimi, atau dikenal juga dengan Abu Bakar As-Shiddiq bin Abi Quhafah.
Terdapat beberapa perbedaan pendapat mengenai kekhalifahan Abu Bakar Ash-Shiddiq, apakah beliau diangkat menjadi khalifah karena ada sebuah nash atau karena dipilih.
Muktazilah, Asy’ariyah dan sekelompok ahli hadis lainnya berpendapat bahwa Abu Bakar diangkat menjadi khalifah karena dipilih. Sedangkan Hasan Al-Bashri dan segolongan ahli hadis berpendapat bahwa Abu Bakar dipilih berdasarkan nash khofi dan isyarat, yakni Rasulullah Saw tidak pernah berkata secara jelas bahwa beliau meminta Abu Bakar menggantikannya setelah wafat, namun Rasulullah Saw telah menampakkan hal itu melalui berbagai ucapan dan perbuatannya. Misalnya Rasulullah Saw meminta Abu Bakar untuk menggantikannya menjadi imam semasa beliau sakit. Suatu ketika, Abu Bakar sedang pergi, maka Umar bin Khattab pun mengimami shalat, ketika Abu Bakar telah kembali, Rasulullah Saw memerintah umat muslim untuk mengulangi shalatnya dengan diimami oleh Abu Bakar.
Adapun dalil yang menyatakan bahwa Abu Bakar dilantik menjadi khalifah berdasarkan nash adalah
1.      Hadis yang diriwayatkan Imam Al-Bukhari
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ جُبَيْرِ بْنِ مُطْعِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، قَالَ: أَتَتِ امْرَأَةٌ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَأَمَرَهَا أَنْ تَرْجِعَ إِلَيْهِ، قَالَتْ: أَرَأَيْتَ إِنْ جِئْتُ وَلَمْ أَجِدْكَ؟ كَأَنَّهَا تَقُولُ: المَوْتَ، قَالَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنْ لَمْ تَجِدِينِي فَأْتِي أَبَا بَكْرٍ»
dari Muhammad bin Jubair bin Muth’im dari ayahnya, bahwa ada seorang perempuan yang bertanya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang suatu perkara. Maka beliau menyuruh agar perempuan itu kembali lagi untuk menemuinya. Maka perempuan itu mengatakan, “Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku datang tapi tidak bertemu denganmu?”. Ayahku -Jubair bin Muth’im- mengatakan, “Seolah-olah perempuan itu memaksudkan kematian (Maksudnya jika ia menemui Rasulullah Saw sesudah beliau wafat).” Maka beliau (Nabi) menjawab, “Jika engkau tidak bertemu denganku maka temuilah Abu Bakar”

2.      Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim

حَدَّثَنَا حَرْمَلَةُ أَخْبَرَنَا ابْنُ وَهْبٍ، أَخْبَرَنِي يُونُسُ، عَنِ ابْنِ شِهَابٍ، أَنَّ سَعِيدَ بْنَ الْمُسَيِّبِ، أَخْبَرَهُ أَنَّهُ، سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَقُولُ: «بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ رَأَيْتُنِي عَلَى قَلِيبٍ، عَلَيْهَا دَلْوٌ، فَنَزَعْتُ مِنْهَا مَا شَاءَ اللهُ، ثُمَّ أَخَذَهَا ابْنُ أَبِي قُحَافَةَ فَنَزَعَ بِهَا ذَنُوبًا أَوْ ذَنُوبَيْنِ، وَفِي نَزْعِهِ، وَاللهُ يَغْفِرُ لَهُ، ضَعْفٌ، ثُمَّ اسْتَحَالَتْ غَرْبًا، فَأَخَذَهَا ابْنُ الْخَطَّابِ، فَلَمْ أَرَ عَبْقَرِيًّا مِنَ النَّاسِ يَنْزِعُ نَزْعَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ، حَتَّى ضَرَبَ النَّاسُ بِعَطَنٍ» (رواه المسلم)
Ketika aku tidur, aku bermimpi berada di sebuah sumur & diatas ada sebuah ember, maka aku menariknya sekehendak Allah, kemudian Ibnu Abu Quhafah mengambilnya, & menarik seember atau dua ember, & dalam tarikannya terlihat ada kelemahan, Allah pun mengampuninya, kemudian embernya berubah menjadi besar, & Umar bin Khattab mengambil ember, & tak pernah aku melihat seorang jenius yg beramal serius (gigih) seperti kegigihan Umar bin Al Khaththab, sehingga orang banyak bisa minum dgn kenyang. [HR. Bukhari No.6503].
Hadis itu menunjukkan kinayah yang artinya masa khilafah Abu Bakar hanya sebentar, yakni 2 tahun. Sedangkan pada masa khilafah Umar, orang-orang minum sampai kenyang, maksudnya masa khilafahnya lama.
3.      Hadis yang diriwayatkan Imam Muslim
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ الْعَبْدِيُّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ إِسْمَاعِيلَ بْنِ رَجَاءٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ أَبِي الْهُذَيْلِ، يُحَدِّثُ عَنْ أَبِي الْأَحْوَصِ، قَالَ: سَمِعْتُ عَبْدَ اللهِ بْنَ مَسْعُودٍ، يُحَدِّثُ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنَّهُ قَالَ: «لَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا خَلِيلًا لَاتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيلًا، وَلَكِنَّهُ أَخِي وَصَاحِبِي، وَقَدِ اتَّخَذَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ صَاحِبَكُمْ خَلِيلًا»
Andaikan aku boleh mengambil seorang kekasih, niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kekasihku. Tetapi ia adalah saudaraku dan sahabatku, dan Allah Azza wa Jalla telah menjadikan sahabat kalian sebagai kekasih.
Rasulullah Saw sangat mencintai Abu Bakar, Abu Bakarlah yang menemani beliau di gua saat sedang dikejar kaum kafir yang hendak membunuhnya. Abu Bakar juga merupakan satu-satunya orang yang memepercayai Isra’ Mi’raj nabi di saat tak seorangpun orang quraisy yang mempercayainya, mereka justru mencaci Rasulullah Saw dan mengatakan bahwa beliau gila. Abu Bakar juga rela memberikan seluruh hartanya untuk kepentingan islam.
Menurut pendapat yang masyhur, Abu Bakar memang tidak dipilih dengan perjanjian tertulis, tetapi Rasulullah Saw memberikan isyarat kepada kaum muslimin bahwa beliau memilih Abu Bakar.
Ketika Rasulullah Saw wafat, umat muslim mulai panik, bahkan Umar bin Khattab yang keimanannya tak diragukan lagi pun mengancam akan membunuh siapapun yang berkata bahwa utusan Allah itu telah tiada. Namun Abu Bakar terlihat tegar meskipun orang yang dicintainya melebihi cintanya pada dirinya telah terbujur kaku di pembaringan. Dengan tegarnya Abu Bakar berpidato di depan kaum muslimin, menenangkan mereka dan meyakinkan bahwa Rasulullah Saw telah menghadap kekasihnya yang amat dirindukannya.
Di tengah kekalutan umat muslimin, belum pula jasad insan mulia itu dikebumikan, segolongan orang Anshor berkumpul di Tsaqifah Bani Saadah, mereka hendak membaiat seorang pemimpin dari kaum Anshor untuk menjadi pengganti Rasulullah Saw. Adapun pemimpin yang mereka ajukan adalah Sa’ad bin Ubadah. Mendengar kabar perkumpulan kaum Anshor tersebut, Abu Bakar, Umar dan Ubaidah bin Jarrah menghampiri kaum Anshor di Tsaqifah. Di sana terjadi perselisihan apakah khalifah diambil dari kaum Muhajirin atau Anshor. Masing-masing golongan mengutarakan keutamaannya masing-masing, pada akhirnya kaum Anshor menawarkan satu pemimpin dari Muhajirin dan satu dari Anshor. Sedangkan kaum Muhajirin menawarkan pemimpin dari kaum Muhajirin dan mentri-mentri dari kaum Anshor.
Kemudian Abu Bakar menawarkan Umar atau Ubaidah yang akan menjadi khalifah, namun kemudian Umar mengangkat tangan Abu Bakar seraya menyebutkan keutamaan Abu Bakar di antara kaum muslimin lain dan tak ada seorang pun yang mengingkari hal tersebut. Umar kemudian membaiat Abu Bakar lalu diikuti oleh sahabat-sahabat lainnya.
Perkumpulan kaum muslimin saat itu bukan karena mereka tidak mempedulikan jasad Rasulullah Saw yang terbujur kaku dan belum pula dikebumikan, melainkan karena perkara kepemimpinan sangatlah penting. Dikhawatirkan akan terjadi perpecahan di kalangan umat muslim jika tidak ada yang menggantikan peran Rasulullah Saw sebagai pemimpin.
Masa pemerintahan Abu Bakar adalah masa-masa sulit, terdapat beberapa permasalahan internal seperti segolongan umat muslim yang tidak mau membayar zakat, murtad, bahkan kemunculan orang yang mengaku sebagai nabi. Oleh karena banyaknya konflik internal, pada masa Abu Bakar penyebaran islam dan penaklukkan negeri-negeri di sekitar Makkah dan Madinah belum masif.
Abu Bakar mengakhiri masa khilafahnya di tahun 13 H. Beliau menutup usia dikarenakan sakit yang dideritanya. Sebelum wafat, beliau memilih Umar bin Khattab untuk menggantikannya, meskipun demikian, beliau tetap bermusyawarah kepada kaum muslimin mengenai pendapatnya memilih Umar bin Khattab, apabila kaum muslimin menyetujuinya maka Umar akan diangkat sebagai khalifah, namun jika mereka tidak menyetujuinya mereka boleh memilih pemimpin yang lain.

Waallau a’lam bish-showab

Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe