Langsung ke konten utama

Am I a Good Teacher?

Pagi tadi, kepala sekolah mengumpulkan kami (religion teacher) untuk melakukan beberapa evaluasi, salah satunya adalah keselamatan siswa yang kadang terabaikan oleh guru. Tentu bukan hal yang disengaja, karena guru mungkin saja "kecolongan" karena tidak bisa mengontrol semua siswa. Siswa yang aktif bisa saja berlarian ke sana ke mari, terpentok ujung meja, bahkan saling memukul dan berkelahi. 

Akan tetapi, di sisi lain, kepala sekolah juga mengapresiasi cara mengajarku yang "dianggap" berhasil mengontrol puluhan siswa untuk bisa memperhatikanku. Tapi, aku tidak langsung bisa "terbang" kegeeran karena mendapat satu pujian bukan? Dalam satu hari, ada kalanya aku "berhasil" mengajar di beberapa kelas. Tapi banyak juga kasus kegagalan yang aku alami, misalnya siswa merasa bosan, tidak fokus, atau bercanda dan berlarian di kelas. Alhasil, materi tidak bisa tersampaikan dengan baik.

Semenjak hamil, entah kenapa perasaanku semakin sensitif. Pernah aku keluar kelas dalam keadaan menangis lantaran ada siswa yang mencekikku. Aku sudah berupaya menenangkannya tapi ia tak juga melepaskan tangannya. Setelah keluar kelas, aku tiba-tiba menangis. Bukan karena sakit dicekik, melainkan fikiranku dipenuhi berbagai pertanyaan. Apa aku bisa jadi guru yang baik?

Dalam kesempatan lain, ada satu siswa yang menyogokku dengan uang sambil berkata "I will give you this money if you skip this lesson." Aku hanya menjawab "Sit down, I don't need your money!" 

Aku tahu anak yang menyogokku tergolong "spesial" namun tetap saja aku semakin over thinking dan bertanya-tanya "Apa dia tidak menyukai pelajaran ini?" "Apakah cara mengajarku membosankan?"

Dalam kesempatan lain, anak "spesial" itu merobek kertas ujiannya lantaran ia kesal karena semua teks ujian yang aku tuliskan menggunakan Bahasa Indonesia, sedangkan ia tak begitu paham Bahasa Indonesia. Aku yang entah mengapa punya stok sabar berlebih hari itu tak marah sedikitpun. Malah membujuknya untuk ikut ujian susulan minggu depan, dan aku akan menuliskan soal ujian baru dengan menggunakan Bahasa Inggris.

I realize that I am not a good team leader, and I am not a good organizer, but can I be a good teacher?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...