Langsung ke konten utama

Mencoba Tetap Waras di Tengah Stres yang Melanda

Perutku mulai mual karena stres yang melandaku akhir-akhir ini. Tapi aku tetap berupaya terlihat waras meskipun otak seolah sudah berhenti bekerja.

"Kenapa stres?" Semua orang bertanya demikian saat aku mengungkapkan penyakitku. Mereka kemudian hanya memberikan solusi sekenanya, sama sekali tak mencoba menenangkan. (atau mungkin karena mereka tak benar-benar mengerti apa yang kurasakan lantaran aku malas bicara panjang).

Tidak ada yang mau mendengarkanku, tapi setidaknya aku masih bisa menumpahkan perasaanku melalui tulisan di blog. Jadi tidak perlu menunggu ada yang mau mengangkat telponku, mendengarkanku, atau membaca chatku. Meskipun aku juga tau tak akan ada yang membaca blogku, tapi setidaknya unek-unek di kepalaku bisa keluar.

Sudah satu hari aku tak bisa mengerjakan apa-apa. Padahal tugas sudah antre minta diselesaikan. Tetapi otakku terlalu blank dan tak bisa berpikir jernih. Perutku mual dan kepalaku amat pusing. Tanda maghku kambuh karena terlalu banyak pikiran.

Mungkin tak banyak orang yang merasa stres karena tuntutan pekerjaan. Tapi aku selalu begitu setiap kali mendapatkan pekerjaan "baru" yang menuntut kesiapan mental. Sejak dulu aku selalu punya masalah dengan kepercayaan diri. Meskipun berkali-kali menyabet juara umum di setiap tahun, aku tak merasa jadi siswi berprestasi.

Di saat banyak kawan-kawanku meraih berbagai juara dari perlombaan, keranjang prestasi dari perlombaanku tetap nol. Sebab aku tak punya kepercayaan diri.

Aku akui, tingat kepercayaan diriku sangat rendah, bahkan aku tak bisa meyakinkan diri sendiri, harus selalu diyakinkan dan didorong orang lain.

Kedua, kemampuan public speakingku sangat rendah. Saat punya tugas untuk "berbicara di depan publik" termasuk di depan kamera, stresku akan kambuh, dan asam lambungku akan naik.

Public speaking selalu jadi momok menakutkan bagiku, bukan menghadapinya, aku justru lebih sering menghindarinya. Sayangnya, aku tak tau bagaimana cara menghilangkan rasa takut ini. Setiap kali menghadapinya, aku akan kembali merasa stres, kemudian meningkat jadi sakit fisik. Aku benar-benar sakit.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...