Perutku mulai mual karena stres yang melandaku akhir-akhir ini. Tapi aku tetap berupaya terlihat waras meskipun otak seolah sudah berhenti bekerja.
"Kenapa stres?" Semua orang bertanya demikian saat aku mengungkapkan penyakitku. Mereka kemudian hanya memberikan solusi sekenanya, sama sekali tak mencoba menenangkan. (atau mungkin karena mereka tak benar-benar mengerti apa yang kurasakan lantaran aku malas bicara panjang).
Tidak ada yang mau mendengarkanku, tapi setidaknya aku masih bisa menumpahkan perasaanku melalui tulisan di blog. Jadi tidak perlu menunggu ada yang mau mengangkat telponku, mendengarkanku, atau membaca chatku. Meskipun aku juga tau tak akan ada yang membaca blogku, tapi setidaknya unek-unek di kepalaku bisa keluar.
Sudah satu hari aku tak bisa mengerjakan apa-apa. Padahal tugas sudah antre minta diselesaikan. Tetapi otakku terlalu blank dan tak bisa berpikir jernih. Perutku mual dan kepalaku amat pusing. Tanda maghku kambuh karena terlalu banyak pikiran.
Mungkin tak banyak orang yang merasa stres karena tuntutan pekerjaan. Tapi aku selalu begitu setiap kali mendapatkan pekerjaan "baru" yang menuntut kesiapan mental. Sejak dulu aku selalu punya masalah dengan kepercayaan diri. Meskipun berkali-kali menyabet juara umum di setiap tahun, aku tak merasa jadi siswi berprestasi.
Di saat banyak kawan-kawanku meraih berbagai juara dari perlombaan, keranjang prestasi dari perlombaanku tetap nol. Sebab aku tak punya kepercayaan diri.
Aku akui, tingat kepercayaan diriku sangat rendah, bahkan aku tak bisa meyakinkan diri sendiri, harus selalu diyakinkan dan didorong orang lain.
Kedua, kemampuan public speakingku sangat rendah. Saat punya tugas untuk "berbicara di depan publik" termasuk di depan kamera, stresku akan kambuh, dan asam lambungku akan naik.
Public speaking selalu jadi momok menakutkan bagiku, bukan menghadapinya, aku justru lebih sering menghindarinya. Sayangnya, aku tak tau bagaimana cara menghilangkan rasa takut ini. Setiap kali menghadapinya, aku akan kembali merasa stres, kemudian meningkat jadi sakit fisik. Aku benar-benar sakit.
"Kenapa stres?" Semua orang bertanya demikian saat aku mengungkapkan penyakitku. Mereka kemudian hanya memberikan solusi sekenanya, sama sekali tak mencoba menenangkan. (atau mungkin karena mereka tak benar-benar mengerti apa yang kurasakan lantaran aku malas bicara panjang).
Tidak ada yang mau mendengarkanku, tapi setidaknya aku masih bisa menumpahkan perasaanku melalui tulisan di blog. Jadi tidak perlu menunggu ada yang mau mengangkat telponku, mendengarkanku, atau membaca chatku. Meskipun aku juga tau tak akan ada yang membaca blogku, tapi setidaknya unek-unek di kepalaku bisa keluar.
Sudah satu hari aku tak bisa mengerjakan apa-apa. Padahal tugas sudah antre minta diselesaikan. Tetapi otakku terlalu blank dan tak bisa berpikir jernih. Perutku mual dan kepalaku amat pusing. Tanda maghku kambuh karena terlalu banyak pikiran.
Mungkin tak banyak orang yang merasa stres karena tuntutan pekerjaan. Tapi aku selalu begitu setiap kali mendapatkan pekerjaan "baru" yang menuntut kesiapan mental. Sejak dulu aku selalu punya masalah dengan kepercayaan diri. Meskipun berkali-kali menyabet juara umum di setiap tahun, aku tak merasa jadi siswi berprestasi.
Di saat banyak kawan-kawanku meraih berbagai juara dari perlombaan, keranjang prestasi dari perlombaanku tetap nol. Sebab aku tak punya kepercayaan diri.
Aku akui, tingat kepercayaan diriku sangat rendah, bahkan aku tak bisa meyakinkan diri sendiri, harus selalu diyakinkan dan didorong orang lain.
Kedua, kemampuan public speakingku sangat rendah. Saat punya tugas untuk "berbicara di depan publik" termasuk di depan kamera, stresku akan kambuh, dan asam lambungku akan naik.
Public speaking selalu jadi momok menakutkan bagiku, bukan menghadapinya, aku justru lebih sering menghindarinya. Sayangnya, aku tak tau bagaimana cara menghilangkan rasa takut ini. Setiap kali menghadapinya, aku akan kembali merasa stres, kemudian meningkat jadi sakit fisik. Aku benar-benar sakit.
Komentar
Posting Komentar