Langsung ke konten utama

Gereget dengan Pendatang

Pusing rasanya melihat problematika umat yang semakin kompleks. Terlebih pemerintah Indonesia begitu loyo dan lamban merespon berbagai isu. Membuat kondisi makin memburuk. Entah apa yang nanti akan terjadi, tak ada yang tahu nasib Indonesia beberapa bulan mendatang. Apakah masih sibuk mengurus virus corona? Apakah akan muncul kerusuhan hingga penjarahan karena banyak yang lapar? Entah.

Di antara semua itu, ada satu fenomena lagi yang bikin gereget,
Pendatang. Ya, pendatang.
Hampir semua orang udah tau bahayanya mudik, bahkan tau juga dalil-dalil agamanya, tapi tetep banyak yang mengabaikan larangan ini.

Alasannya apa?
Tentu aja perut, orang-orang lebih takut perutnya tak terisi kemudian mati kelaparan, daripada meninggal karena corona. Kalau sama dirinya sendiri sudah abai, mana mau mereka mikirin orang lain.

Belum lagi akhir-akhir ini ada fenomena orang daerah malah ke Jakarta di tengah pandemi. Katanya di Jakarta lebih mudah dapet donasi ketimbang di daerah, makanya mereka malah ke Jakarta.

Duh gusti..

Gereget ga? Gereget banget! Ke Jakarta cuma buat minta-minta dan jadi pengemis.

Duh sok iyeh banget ya Fera ngomongin beginian, mentang-mentang orang sini. (Sininya bukan Jakarta tapi, di pinggirnya wkwk). Ya abisnya gimana, gereget tapi dilema juga. Dilema banget, aku juga gatau solusi yang baik kayak gimana. Semuanya emang serba dilema. Pemerintah tentu cuma bisa bantu sekadarnya saja, tapi mau mudik pun ga boleh.

Ga jelas ya aku, ya emang lagi ga jelas. Sebel banget tapi gatau mau ngapain gitu loh.

Jakarta emang keras, tapi banyak orang yang tetep tergiur buat dateng ke Jakarta.

Berdasarkan catatan dari hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015, jumlah penduduk Indonesia pada 2019 sebanyak 266,91 jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 150 juta jiwa atau lebih dari 56% berada di Pulau Jawa.

Jadi apa? Ya penduduk Indonesia memang terpusat di pulau Jawa. Banyak sekali pendatang yang memilih tinggal di pulau Jawa. Terlebih di Jakarta dan sekitarnya, Jabodetabek. Sebab pertumbuhan ekonomi dan perputaran uang memang terkonsentrasi di Jawa.

Terus apa hubungannya dengan pendatang?
Banyak sekali orang-orang datang dari luar pulau, atau bahkan yang dari daerah jawa juga yang datang ke ibu kota dan daerah sekitarnya, mengadu nasib, mencari pekerjaan, yang mirisnya, tanpa skill apapun.

Kemudian mereka datang ke Jakarta hanya untuk jadi gelandangan dan minta-minta. Mengharap belas kasih dan uluran tangan orang kaya. Mereka menganggap bisa jadi supir atau pembantu aja udah syukur.

Di masa pandemi ini, lebih parah lagi, banyak yang diphk, kemudian jadi pengangguran, ga mampu bayar kontrakan, ga punya tabungan, ga punya lahan buat cocok tanam, ga punya sodara untuk sekedar minta makan. Sendiri di perantauan. Bahkan lebih parahnya mau balik ke kampung pun tak ada dana.

Akhirnya gimana? Ya cuma bisa ngandelin belas kasih manusia. Bahkan lebih bahaya lagi kalau sampai berani melakukan aksi kejahatan, demi mendapatkan sepeser uang.

Maka wajar aja Al-Qur'an menyebut harta adalah salah satu ujian manusia. Ada sebuah hadis dhaif yang menyatakan bahwa kemiskinan hampir membuat orangnya jadi kufur. Hadis ini memang dhaif sekali, tapi bagiku, matannya memang ada benarnya. Sejumlah orang rela melakukan aksi kejahatan demi terhindar dari kemiskinan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe