"Mungkin kita emang ga cocok," kata-kata itu kembali keluar dari mulutnya. Entah untuk yang ke berapa kali. Sepertinya dia mulai lelah menghadapi sikapku.
Ya, kita memang terlalu banyak perbedaan. Mungkin itu yang dia jadikan pertimbangan. Kita seringkali cekcok hanya karena masalah sepele. Sialnya akulah yang selalu menjadi pembawa masalah. Aku memang sering bersikap kekanak-kanakkan. Membesar-besarkan masalah yang sebenarnya sepele. Tapi aku bukan bermaksud mencari masalah, aku hanya ingin diperhatikan.
Ya, kita memang terlalu banyak perbedaan. Dia selalu percaya diri, sedangkan aku selalu takut. Ia suka bicara di depan umum, sedangkan aku pengecut. Aku tak berbakat jadi pemimpin, tapi dia bisa. Aku selalu bergantung pada orang lain, sedangkan dia bisa menyelesaikan segala hal sendiri. Aku selalu banyak mengeluh dan berpikir, sedangkan dia selalu mengutamakan aksi. Dia selalu cuek, sedangkan aku selalu ingin diperhatikan. Aku selalu menimbang banyak hal dari kata2, sedangkan dia sangat jarang mengungkapkan rasa. Aku selalu banyak berkata, tapi dia tak pernah menilainya.
Kita memang banyak berbeda, juga tak bertitik temu. Masalahnya dia selalu memaksaku untuk menjadi dirinya. Dia selalu memintaku untuk mengerti posisi dan keinginannya. Tanpa kutahu, apakah dia sudah mengerti posisi dan keinginanku?
Dia selalu memaksaku untuk kuat menjalani hidup sendiri. Sedangkan aku terlalu pengecut di tengah rimba, selalu merengek ingin bersama, selalu banyak berpikir dan takut melangkah.
Sayangnya, aku tak mampu jadi dirinya. Aku terlalu lemah. Aku tak pernah mampu. Sedang dia sudah lelah memperjuangkan. Andai dia tahu, andai dia mengerti. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan supaya kita bisa saling menguatkan.
Ya, kita memang terlalu banyak perbedaan. Mungkin itu yang dia jadikan pertimbangan. Kita seringkali cekcok hanya karena masalah sepele. Sialnya akulah yang selalu menjadi pembawa masalah. Aku memang sering bersikap kekanak-kanakkan. Membesar-besarkan masalah yang sebenarnya sepele. Tapi aku bukan bermaksud mencari masalah, aku hanya ingin diperhatikan.
Ya, kita memang terlalu banyak perbedaan. Dia selalu percaya diri, sedangkan aku selalu takut. Ia suka bicara di depan umum, sedangkan aku pengecut. Aku tak berbakat jadi pemimpin, tapi dia bisa. Aku selalu bergantung pada orang lain, sedangkan dia bisa menyelesaikan segala hal sendiri. Aku selalu banyak mengeluh dan berpikir, sedangkan dia selalu mengutamakan aksi. Dia selalu cuek, sedangkan aku selalu ingin diperhatikan. Aku selalu menimbang banyak hal dari kata2, sedangkan dia sangat jarang mengungkapkan rasa. Aku selalu banyak berkata, tapi dia tak pernah menilainya.
Kita memang banyak berbeda, juga tak bertitik temu. Masalahnya dia selalu memaksaku untuk menjadi dirinya. Dia selalu memintaku untuk mengerti posisi dan keinginannya. Tanpa kutahu, apakah dia sudah mengerti posisi dan keinginanku?
Dia selalu memaksaku untuk kuat menjalani hidup sendiri. Sedangkan aku terlalu pengecut di tengah rimba, selalu merengek ingin bersama, selalu banyak berpikir dan takut melangkah.
Sayangnya, aku tak mampu jadi dirinya. Aku terlalu lemah. Aku tak pernah mampu. Sedang dia sudah lelah memperjuangkan. Andai dia tahu, andai dia mengerti. Perbedaan bukan untuk dipertentangkan, melainkan supaya kita bisa saling menguatkan.
Komentar
Posting Komentar