Langsung ke konten utama

Poli-Tikus kah?

Suasana kampus hari ini terlihat ramai, lantunan musik regae terdengar dari lobi fakultasku, banner-banner besar terpampang di setiap gedung-gedung fakultas. Terlihat jelas foto-foto para calon ketua jurusan, senat, maupun dema yang terpajang di banner besar itu. Para calon ketua masuk ke kelas-kelas untuk berkampanye, berjanji membawa universitas menjadi lebih baik. Panggung demokrasi di gelar di aula kampus, suara dukungan kawan-kawannya memecah keheningan kampus sore ini.

Perutku mulai keroncongan meminta haknya, namun aku masih asyik dengan laptopku, sibuk mengajak jari-jari menari di atas tuts keyboard, menuntaskan tugas UAS yang mulai menghantui akhir tahun 2016 ini. Aku memilih duduk di tempat yang damai, di gedung tujuh lantai bercat putih di depan fakultasku.

Bau politik terasa begitu menyengat, tidak lupa disertai dengan semangat dan tipu daya partai-partai yang mendorong anggotanya untuk mendapatkan kedudukan ketua. Entah untuk menaikkan eksistensi diri dan partainya, atau memang benar-benar berniat untuk membawa kampus islam negeri ini menjadi lebih baik. Semoga saja pilihan kedua adalah niatnya.

Ah entah mengapa aku tidak begitu memedulikan politik, meskipun aku menyukai organisasi dan terlibat pada beberapa organisasi. Memang tak bisa dipungkiri, setiap yang tergabung dalam organisasi akan merasakan mandi dalam kubangan politik.

Namun entah mengapa jabatan tinggi begitu menyeramkan bagiku, yang terlihat adalah beban tanggungjawab besar, sumpah dan janji di bawah Al-Qur’an, sedang aku tak sanggup memikulnya.
Aku jadi teringat kisah khalifah Umar bin Khattab Ra, saat beliau sedang mengontrol keadaan rakyatnya, ditemuinya sebuah keluarga miskin, sang ibu terlihat sedang memasak sedangkan anak-anaknya menangis karena kelaparan.

Dihampirilah keluarga itu, sedang si ibu tidak mengetahui wajah Khalifah Umar bin Khattab –karena saat itu belum ada media jadi sangat wajar bila ada rakyat yang belum mengenal wajah pemimpinnya- Khalifah Umar bertanya “Apa yang sedang engkau masak? sang ibu berkata “Aku sedang memasak air untuk menghibur anak-anakku agar mereka tenang dan tertidur. Aku akan mengadu kepada Allah Swt di akhirat kelak karena amirul mu’minin tidak memperhatikan kesusahanku”

Khalifah Umar pun segera kembali ke Madinah dan mengambil sebuah karung dan mengisinya dengan gandum, kurma, mentega, beberapa pakaian juga dirham. Kemudian ia memikulnyanya sendiri di pundaknya dan membawanya ke rumah si ibu tadi, saat pelayannya menawarkan diri untuk membawanya ia berkata “Apakah kamu yang akan memikul dosa-dosaku di akhirat kelak? Aku sendiri yang akan memikulnya”, Khalifah Umar Ra pun memasak bubur untuk keluarga itu dan ia sendiri yang menghidangkannya.

  Si ibu sangat senang, ia berkata “Semoga Allah memberimu balasan yang baik. Engkau lebih berhak menjadi khalifah daripada Umar”. Untuk menyenangkan hati ibu tadi. Khalifah Umar Ra berkata “Jika engkau menemui khalifah maka engkau akan menjumpaiku di sana”.

 Subhanallah, itulah Khalifah Umar Ra yang begitu takut akan tanggungjawab yang harus dipikul di akhirat kelak. Ada pula kisah Umar bin Abdul Aziz yang tidak mau menggunakan fasilitas dan uang negara sedikit pun untuk kepentingan pribadi, bahkan setitik tinta atau lampu pun tidak ia gunakan jika itu milik negara. Masih banyak lagi kisah-kisah kepemimpinan para sahabat yang sangat super.

 Apakah umat Islam tidak tahu sejarah-sejarah dan kisah-kisah para sahabat atau hanya menutup telinga dan mata untuk mengetahuinya? Kisah kepemimpinan Rasulullah Saw dan para khalifah sudah sangat cukup untuk dijadikan contoh dan rujukan. Bagaimana dengan pemerintah saat ini? Bukankah korupsi adalah informasi yang terasa seperti makanan pokok kita? Tidak pernah hilang setiap tahunnya, justru merambat ke pemimpin-pemimpin baru setelahnya. Ah entahlah, terlalu pelik bila harus menghakimi atau menilai.

Kembali ke pembahasan awal, mengenai politik kampus yang sangat terasa didominasi oleh organisasi ekstra, aku akui organisasi ekstra memang memiliki pengaruh yang sangat kuat, baik dalam perkembangan individu maupun dalam perpolitikan. Tetapi aku tak ikut berkecimpung dan memilih menjadi netral saja, mungkin tertalu plin plan karena sempat ditarik golongan kanan dan kiri, akhirnya aku mengamalkan saja hadis “Da’ maa yariibuk ilaa maa laa yariibuk”.

  Meskipun kampanye selalu dihantui dengan janji-janji yang entah ditunaikan atau tidak, namun bagaimanapun kita membutuhkan orang-orang yang berani memimpin menuju perubahan. Terlepas dari apakah ia akan menunaikan janji-janjinya tersebut, atau hanya mencari eksistensi semata, itu adalah tanggungjawab pribadinya yang kelak akan ditanya oleh Allah Swt di akhirat.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe