Jumat, 09 Desember 2016
Kutulis
cerita ini di perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi, di saat ide-ide
tulisan sedang numpuk di kepala, dan parahnya harus mengorbanan jam kuliah, aku
malah “bolos” dan memilih ngetem di perpus untuk menuangkan semua ide cerita di
fikiranku. Aih, jangan ditiru perbuatan burukku kali ini, awal mulanya karena
aku datang telat sekali dan kursi di kelas sudah penuh, jadi perlu ngangkat
kursi dari kelas tetangga untuk duduk, ya tapi aku terlalu malu untuk masuk ke
kelas karena sudah telat 1,5 jam.
Aku
telat bukan karena bangun kesiangan, usai subuh aku langsung bergelut dengan
tugas editing makalah balaghoh dan tandzhif jama’i yang menghabiskan
waktu 1 jam, tidak hanya itu, angkot yang menuju kampus juga sangat lama lewat sehingga
menambah waktu telatnya. Eh udah gitu aja curhatnya, takut dibilang lagi siaran
radio.
Bicara
tentang tandzhif jama’i, pagi ini aku bertugas piket teras kamar mandi,
saat membersihkan lantai, aku memasuki kamar mandi paling pojok bernomor 12
untuk mengambil air, entah kenapa aku selalu merasa “sensitif” dengan kamar
mandi itu, bahkan semenjak aku tinggal di pesantren Darus-Sunnah, bisa
terhitung berapa kali aku masuk kamar mandi itu, mungkin hanya sekitar 3-4 kali
mandi di sana. Menurutku ada hawa berbeda di kamar mandi no 12 itu, meskipun
sangat nyaman karena ukurannya lebih luas dari kamar mandi lain. Awal mulanya
sih sepele, aku mandi di sana, bajuku jatuh, saat aku angkat ternyata di bawah
bajuku ada cacing, semenjak kejadian itu aku jadi menghindari mandi di sana.
Yang
membuatku menjadi lebih “sensitif” adalah ketika seorang ustad bercerita kisah
“horor” tentang kamar mandi itu. Jadi, dahulu bangunan yang saat ini ditempati
mahasanti putri adalah bangunan mahasantri putra, begitu pula kamar mandinya.
Di suatu malam, sekitar jam 10, salah seorang mahasantri mencuci baju dengan
bertelanjang dada di kamar mandi paling pojok, no 12, sedangkan mahasantri lain
sedang berkumpul di depan televisi, menonton bola. Usai mencuci, mahasantri itu
langsung bergabung dengan teman-temannya, namun saat itu temannya melihat ada
bekas telapak tangan berwarna hitam di punggungnya.
Sebetulnya
aku sendiri tidak pernah mengalami hal-hal mistis di pondok yang kutempati kini,
meskipun pikiran sering nakal berimajinasi tentang makhluk halus yang
menampakkan dirinya, mulai dari penampakan di di balik jendela kalau lagi
ngerjain tugas di aula, penampakan di cermin ketika ngaca di kantor imdar,
sesosok wanita berambut panjang berbaju putih yang turun dari tangga jemuran,
dll, tapi aku sendiri belum pernah melihatnya secara jelas dan nyata. Tapi ya
namanya cerita horor, di mana pun tempatnya, pasti selalu ada kisah horor yang
tersaji karena kita memang hidup berdampingan dengan makhluk lain, bahkan bisa
jadi saat ini makhluk halus itu juga berada di dekatku dan membaca apa yang aku
tulis (Aku gatau apakah makhluk halus bisa baca atau ngga sih, hehe).
Ada lagi
cerita horor tentang jemuran keramat yang ada di lantai 3, konon saat malam
tiba, sering ada suara tuk tuk dari jemuran, suara seperti bola bekel yang naik
dan turun ketika dimainkan. Ada pula yang bercerita sering ada suara wanita
tertawa dari jemuran, namun sampai sekarang aku pun tak pernah mendengar
hal-hal aneh tersebut.
Dan
parahnya, kali ini posisi kamarku berada tepat di depan tangga yang
menghubungkan ke jemuran di lantai 3. Ada pula cerita tentang kejanggalan
kamarku ini, memang lampu di kamarku ini agak remang, dan jarang dijamah
orang-orang kecuali yang hendak ke jemuran karena posisinya berada di pojok.
Anehnya, setiap semester, setiap generasi yang menempati kamar itu pernah punya
pengalaman “Telat bangun tidur sekamar” yang menyebabkan telat pula menghadiri halaqoh
fajriyah, semester lalu pun hal itu masih terjadi dan menimpa temanku
sendiri. Gak habis pikir juga sih, masa ada 5 tetangga kamar tapi ga ada
seorang pun yang melirik ke kamar itu sekedar untuk menggebrak untuk halaqoh,
atau sekedar bercermin di dapan teras kamarku, masa ga ada satu orang pun dari
anggota kamar itu yang bangun subuh, Hmm, entah hanya kebetulan, atau karena
ada yang iseng menutupi telinga-telinga mereka agar tak mendengar adzan.
Tapi lagi-lagi, saat aku menempati
kamar itu aku tidak mengalami telat bangun sekamar itu, atau karena aku sekamar
dengan para hafidzhoh yang rajin mengaji dan menghafal jadi para makhluk halus
enggan singgah di kamar kami, atau karena Imdar dan Musyrifah rajin mengontrol
dan menggebrak sholat jamaah dan halaqoh. Ya, mungkin karena semuanya, eh ada
satu lagi, mungkin karena anak kamar ini rajin-rajin, eaaa hehe.
Cerita-cerita
mistis memang selalu seru untuk diperbincangkan, aku sendiri sangat suka nonton
film horor meskipun penakut juga sebenernya. Kalau perkara melihat makhluk
halus secara jelas dan nyata aku tidak pernah mengalaminya, pernahnya melihat
makhluk haus, hehe apa deh. Tapi kalau mendengar dan melihat sesosok hitam aku
pernah mengalaminya, dulu, ketika nyantri di Bogor.
Waktu
itu aku adalah aktivis majalah pesantren, jadi kalau malam sering ngantor untuk
nulis atau sekedar baca buku dan internet di kantor. Keistimewaan dari tim majalah
adalah kantornya yang difasilitasi dengan komputer dan wifi, selain itu santri
juga diperbolehkan membawa laptop, tapi semuanya diletakkan di kantor. Jadilah
ketika malam itu aku ngantor untuk menulis, sekitar jam 11, aku baru pulang ke
asrama. Saat itu aku adalah santri kelas 6 atau biasa disebut nihai, jadi
peraturan agak longgar dan bisa pulang ke asrama agak larut
malam.
Malam
itu suasana sangat sepi karena para santri sudah tertidur, hanya ada dua temaku
yang sedang ngobrol di teras depan asrama. Saat sampai di asrama aku pun
langsung memulai ritual sebelum tidur, ke kamar mandi untuk buang air kecil,
menggosok gigi, cuci tangan, cuci kaki dan berwudhu. Namun karena sangat sepi,
ketika menggosok gigi kubuka pintu kamar mandi dan kubiarkan terbuka untuk
menghilangkan rasa takutku. Seketika kulihat sosok berwarna hitam bergerak
cepat melewati kamar mandi yang aku tempati, jantungku langsung berdegup
kencang, bulu kudukku seketika berlomba-lomba berdiri, perasaan takut mulai
menyelimutiku. Kupercepat ritualku di kamar mandi, aku pun segera keluar dan
memeriksa sekeliling, barangkali ada guru pengabdian yang lewat usai dari
kantor, karena di halaman kamar mandi belakang ada tangga yang menghubungkan
langsung ke lantai dua, kamar guru pengabdian. Kuperiksa sekelilingku hingga
menuju kamar mandi belakang, namun tak ada siapapun, aku pun langsung berlari
ke teras asrama menghampiri dua temanku yang sedang asyik mengobrol, kutanyakan
apakah ada orang yang lewat barusan, namun temanku menjawab tak ada siapapun
yang lewat tadi. Seketika tubuhku lemas dan merinding mengingat sesosok
bayangan yang lewat dengan sangat cepat tadi.
Selain
kejadian itu, aku tidak pernah melihat sosok apapun, namun setiap hari tidurku
selalu terganggu karena sering mengalami sleep paralysis atau yang biasa
dikenal dengan ketindihan, aku sendiri lebih sering menyebutnya rep-repan,
meskipun ada alasan ilmiah yang menerangkan mengapa hal itu bisa terjadi, ada
banyak cerita misteri di balik kejadian itu, ada yang bilang karena ditindih
jin, ada yang bilang kalau ga bisa sadar bisa dibawa menuju alam roh, dan masih
banyak kisah misteri lainnya. Aku pun sudah terbiasa merasakan hal itu karena
hampir setiap hari. Namun ada malam yang aku benar-benar merasa terganggu,
sekitar pukul 01.00 WIB, aku terbangun dan mendapati tubuhku dalam keadaan
rep-repan, aku berusaha bergerak namun sangat sulit, aku mencoba berteriak
namun tak ada sedikitpun suara yang keluar dari mulutku, sementara mataku bisa
melihat sekitar, tiba-tiba kudengar suara teriakan yang sangat menyeramkan,
suara teriakan puluhan orang, sangat banyak, anak-anak, perempuan, kakek-kakek
dan lainnya. Entah dari mana suara itu, yang pasti bukan di dunia nyata karena
kulihat temanku yang belum tidur tenang-tenang saja, aku beristigfar dan
mencoba bergerak, saat sudah mampu bergerak aku langsung duduk dan menangis. Temanku
yang masih terjaga segera menghampiriku sambil menanyakan kenapa, aku ceritakan
yang terjadi tadi, temanku lalu mengelusku sambil membaca-bacakan doa, aku
balikkan bantalku, membaca doa, dan aku mencoba tidur kembali.
Aku memang sering mengalami rep-repan, hampir
semua temanku tahu itu. Entahlah karena apa hal itu bisa terjadi padaku,
mungkin kebiasaan begadang, tapi mitos di pondokku jika kamar kotor maka akan
diganggu ketika tidur, entah karena tumpukan sampah di belakang pintu, atau
karena ada piring kotor yang menginap di kamar. Oleh karena itu, sebisa mungkin
kami selalu menjaga kebersihan kamar. Untungnya semenjak lulus dari pesantren,
aku sudah jarang lagi mengalami sleep paralysis, kecuali beberapa kali saja,
ketika aku begadang dan tidur hampir menjelang waktu subuh.
Sebetulnya masih banyak lagi kisah misteri
yang ada di sekitarku, yang dialami beberapa temanku dan adikku sendiri, tapi
untuk kali ini, sampai sini dulu ceritaku, nanti dilanjut lagi supaya ga kepanjangan
dan ga bosan membacanya.
Komentar
Posting Komentar