Langsung ke konten utama

Kapan Saja Mengangkat Tangan Ketika Takbir dalam Sholat?

Indonesia merupakan negara dengan pemeluk Islam terbanyak. Mayoritas muslim di Indonesia menganut madzhab Imam Syafi’i. Namun walaupun jumlahnya pemeluknya banyak, tidak sedikit pula yang masih awam dan tidak begitu mendalami dan memahami Islam secara keseluruhan, salah satunya dalam perkara sholat.

Nah sudahkah kita mengetahui dan mengamalkan tata cara sholat dengan baik dan benar? Setidaknya kita harus tahu dan bukan cuma ikut-ikutan mengerjakan ibadah yang kita lakukan setiap hari ini. Terkadang banyak yang masih keliru dan awam dalam hal ini. Supaya tahu yuk kita pelajari sunnah-sunnahnya menurut para imam madzhab.

 Mengangkat Kedua Tangan saat Takbir dalam Sholat

Menurut Imam Hanafi: Mengangkat tangan saat takbirotul ihram adalah sunnah. Bagi laki-laki disunnahkan mengangkat tangannya hingga sejajar dengan ujung telinganya sambil membuka jari-jarinya. Sedangkan bagi perempuan, disunnahkan mengangkat tangannya hingga pundaknya saat takbiratul ihram, takbir sholat ied maupun saat qunut.

Menurut Imam Syafi’i : Disunnah untuk mengangkat tangan saat takbiratul ihram, ruku’, selesai ruku’ dan ketika bangun dari tasyahud awal rakaat kedua saat akan memulai rakaat ketiga. Dan batas mengangkat tangan bagi laki-laki dan perempuan adalah hingga ujung-ujung jari lebih tinggi dari telinga.  Dan jari jempolnya mencapai  telinganya. Namun walaupun mengangkat tangan setengah dari pada batas itu tetap mendapatkan pahala sunnahnya.

Menurut Imam Maliki : Mengangkat tangan saat takbirotul Ihram adalah sunnah, namun selain itu makruh untuk mengangkat kedua tangan (misalnya saat ruku’ atau takbir memulai rakaat berikutnya). Dan tata cara mengangkat tangan adalah kedua tangan direnggangkan, telapak tangannya mengarah pada bumi (ke bawah) sedangkan punggung tangannya menghadap ke langit.

Imam Hanbali : Disunnahkan bagi laki-laki dan perempuan untuk mengangkat tangan hingga pundak ketika takbiratul ihram, ruku’ dan setelah ruku’.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...