Langsung ke konten utama

Menjadi Manusia Biasa

Saat mondok dulu, aku ingat salah satu ustadz pernah berkata dengan makna yang kurang lebih begini "Saya bisa lihat masa kesuksesan kalian di umur berapa." Terlepas apakah bener beliau bilang begitu karena emang tau atau cuma mau memperingatkan kami, saat itu, aku cuma mikir "Oh berarti ga semua orang akan berada 'di atas' terus."

Akhir-akhir ini, aku mulai memikirkan kembali perkataan itu. Di saat aku merasa bukan lagi jadi pusat perhatian "dunia." Kini, aku merasa hanya menjadi seorang "manusia biasa." Dulu, aku senang sekali jadi pusat perhatian dengan cara menjadi juara kelas. Setiap tahun, aku selalu maju ke atas panggung dan meraih penghargaan. Ada kepuasan tersendiri ketika berhasil mencuri perhatian dengan prestasi.

Tapi, saat aku berjalan semakin jauh, bertemu dengan beragam orang dari berbagai daerah dan negara, aku semakin sadar bahwa aku bukan siapa-siapa, hanya manusia biasa. Banyak sekali orang yang jauh lebih hebat dariku. Itu membuatku berpikir ribuan kali untuk bersikap sombong. Apa hal yang bisa kusombongkan? Aku tak punya apa-apa, dan bahkan tak bisa apa-apa.

Ya, sometimes, I just feel that I am no one, nothing. Aku merasa begitu tertinggal dengan banyak teman-temanku. Aku merasa payah. Tak bisa apa-apa. Tak bisa jadi bermanfaat untuk banyak orang. Satu-satunya orang yang paling membutuhkanku mungkin hanya anakku. Dia satu-satunya alasanku untuk hidup lama. Karena mungkin tak ada orang lain yang bisa mencintainya seperti aku mencintainya. Semoga aku bisa terus menjaganya, hingga ia dewasa nanti.

Thank you, my son, thank you for being here with me now, in this condition.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...