Langsung ke konten utama

Setelah Menikah Kita Otomatis Bisa Masak, Masa Iya?

Pernah dengar ungkapan orang-orang yang bilang "Setelah menikah, kita (khususnya istri) bakal bisa masak?

Sejak dulu, aku ga percaya kalau nikah bisa menjadikan seseorang langsung bisa masak. Masa iya, dengan ijab kabul kita tiba-tiba dapat kekuatan pinter masak. Di hidup ini ga ada yang instan. Masak mie instan aja ga instan kok, alias ada proses masaknya biar dia bisa jadi enak. 

Jujur, masak adalah salah satu pekerjaan domestik yang paling tidak aku minati. Karena aku bisa menghabiskan waktu yang sangat lama di dapur hanya untuk menyajikan satu hidangan. Ditambah, hasilnya pun masih belum jelas. Apakah masakanku akan enak? atau failed. Kalau sampai gagal, sungguh sayang sekali bahan makanan dan waktuku :( 

Dari pada menghabiskan waktu di dapur, aku lebih suka produktif di depan laptop. Soalnya hasilnya bisa jadi cuan hehe. (Meskipun di dapur juga bisa menghasilkan uang -buat yang masakannya enak tentu-).

Lalu apakah dengan menikah kita langsung otomatis bisa masak? Tentu tidak mbak sis. Kepiawaian memasak ga bisa didapatkan dengan sim salabim. Skill memasak diperoleh dari hasil belajar dan latihan. Tanpa berlatih, kita ga akan bisa masak meskipun dalam 24/7 mantengin video dan resep-resep masak. Karena praktik tidak semudah teori :(

Meskipun aku nggak suka masak, tapi setelah menikah aku paksakan diriku untuk mulai memasak. Aku bukan orang yang meyakini bahwa "memasak adalah kewajiban istri." Pekerjaan domestik bukan kodrat perempuan. Itu merupakan kesepakatan bersama, antara suami dan istri. Meskipun begitu, kita tetap terkungkung oleh norma budaya bukan?

Maka, bagiku, kalaupun aku memasak, itu bukan karena aku meyakini bahwa masak dan perkerjaan domestik adalah kewajiban istri. Melainkan karena aku dengan suka rela, senang, dan ikhlas menjalaninya. Bukankah itu juga merupakan ladang pahala?

Sebetulnya, suamiku juga nggak pernah memaksa aku untuk masak. Dia santai aja kalau sekiranya kita beli makanan setiap hari. Tapi aku juga mau menyajikan makanan yang dimasak dengan penuh cinta, dari kerja kerasku sendiri. Maka, sebisa mungkin aku tetap istiqomah memasak. Bonusnya, kita bisa jadi lebih hemat tentunya.

Menikah adalah perjalanan panjang. Bagiku, menikah juga adalah wadah pembelajaran. Maka setiap hari aku belajar memasak dengan membaca resep, melihat tutorial, dan praktik langsung. Memasak memang jadi "program kerja pertamaku" setelah menikah. Semoga skill masakku bisa "lumayan" saat punya momongan kelak. 

Hai Fera, terima kasih ya sudah mau berusaha :)

Suamiku tipe orang yang jarang memuji masakanku. Kalau tidak enak dia akan komen (ga secara langsung bilang ga enak, paling bilang "ikannya udah ga seger, minyaknya kurang, kurang suka kalau pakai daun jeruk, dll). Tapi kalau masakanku enak, dia menunjukkannya dengan cara makan yang lahap. Tapi melihatnya makan dengan lahap sudah cukup membuatku senang.

Pernah suatu ketika aku masak masakan favorit suami. Tapi suami buru-buru ke kantor dan ga sempet makan. Sebenernya waktu itu aku udah selesai masak. Tapi suami bilang makannya nanti aja, kalau urusan dia beres, dia bakal pulang untuk makan siang bareng. 

Dalam hati tentu aja aku udah punya firasat "Mana mungkin dia bisa pulang siang. Biasanya juga pulang malem kok, apalagi kalau lagi ada bosnya. Lagi pula, di samping kantornya juga ada kedai makan, tentu aja dia bisa makan siang di sana." 

Dan bener aja, menjelang isya dia baru pulang. Tapi aku kaget karena ternyata dia nggak beli makan di luar. Akhirnya malah ga makan dari pagi dan baru makan di rumah. Pas aku tanya kenapa ga makan siang di luar aja, katanya biar hemat. 

-Tentu aja aku tau dia ga makan di luar karena mau menghargai aku yang udah masak, bukan karena mau hemat. Lagipula, makan sekali di luar juga ga seberapa harganya-

Hmm, begitulah suamiku menghargai usahaku memasak. Pernah lagi di lain waktu dia pulang sekitar jam 11, pulang-pulang dia langsung makan masakanku.

Terima kasih Mas Suami yang tetep mau makan eksperimen masakku. Insyaallah ke depannya aku bakal terus belajar dan berlatih supaya skill memasakku jadi semakin baik. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe