Langsung ke konten utama

Jadi, Pesan Mana yang Kamu Laksanakan?

"Kamu sekarang kerja di Metro TV ya?" tanya kawanku, saat itu kami tak sengaja berpapasan di masjid dekat kampus
"Iya," jawabku singkat
"Kok kamu ga pernah keliatan di TV?" ia bertanya lagi
"Iya, aku menjauhi syuhroh," jawabku bercanda. Malas menjelaskan panjang lebar.

Ia lalu mulai naik ke motornya

"Mau ke mana?" aku gantian bertanya
"Mau ngajar, kan ngelaksanain pesen Pak Yai, ngajar," ia menjawab berbangga diri, tapi masih sambil cengengesan.

Aku mengerti apa maksudnya, tentu saja, ia menyindirku yang lebih memilih kerja di kantor, bukan mengajar, seperti pesan almarhum Pak Yai dulu.

Aku hanya diam saja, tak membalas ucapannya, malas juga berdebat.
Ia kemudian segera pergi. Aku juga, menghampiri abang yang menjemput, iya, abang gojek maksudnya.

Bekerja di media memang terlihat tidak Islami, tidak seperti ustadz ustadzah yang ngajar di pesantren. Tapi bukan berarti aku meninggalkan pesan Pak Yai.

Aku ingat betul Pak Yai pernah berpesan untuk rajin menulis, ya, aku jalankan pesan Pak Yai melalui pekerjaanku. Aku memang bekerja di Metro TV, tapi tugasku sebagai content writer dan editor tulisan, bukan sebagai artis penghibur.

Setiap hari aku dituntut untuk banyak membaca dan menulis. Aku tak pernah berhenti belajar, oya perlu diingat pula bahwa belajar juga pesan Pak Yai.

Lagi pula website yang kupegang adalah website keislaman. Aku juga sedang berdakwah menyebarkan pesan-pesan keislaman, berjihad di dunia maya yang semakin tak ramah ini. Bukankah kita harus punya pos jaga masing-masing?

Aku sungguh ingin mengajar lagi, tapi belum sekarang. Entah mengapa aku selalu merasa tak cukup berilmu untuk mengajar. Enam tahun yang lalu, aku pernah mengajar, tapi benar-benar tak bisa menikmatinya. Sejak saat itu, aku mengerti, ini bukan jalanku.

Aku bisa mengajar dari jalan yang berbeda, ya, menulis. Bagiku, menulis adalah hobi, dakwah, juga sarana mengajar. Aku berharap tulisanku dapat dibaca banyak orang, di mana pun, kapan pun, tak terbatas dengan jumlah murid di kelas.

Tapi suatu saat nanti, insyaallah aku akan kembali mengajar, saat ada kesempatan, saat kepercayaan diri makin membaik.

Jadi sebenarnya kita semua sedang menjalankan pesan Pak Yai, hanya saja pesan yang berbeda, di pos jaga yang berbeda. Jadi pesan mana yang kamu laksanakan?


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...