Langsung ke konten utama

Akan Kemana?

Abis ini kamu mau kemana? tanya Kajurku.
Emm, nggak tau nih pak, masih bingung. Sebenernya mau langsung lanjut S2, tapi masih mikirin biaya, jawabku
Kalau S2 enaknya di mana ya pak?, tanyaku
UNPAD, jawabnya
Kalau di UIN mending di pascasarjana atau di jurusan?
Mending di UNPAD, jawabnya lagi
Aku hanya mengangguk-ngangguk sambil tersenyum. Tidak lama kemudian aku keluar dari ruangan beliau

##
Nanti abis lulus pondok mau kemana? Langsung lanjut S2? tanya Bu Lek
Insyaallah, tapi kayaknya belum bisa semester ini, jawabku
Terus semester ini mau ngapaian? Nyari pengalaman kerja dulu? Terus kapan S2 nya? kan katanya ngejar nikah 3 tahun lagi, ucapnya
Aku hanya tersenyum, kehabisan kata2 untuk menjawabnya

##
Kamu udah ga kuliah lagi kan? tanya Pak Lek
Abis lulus pondok tinggal di mana?
Belum tau, mungkin pulang, jawabku sambil senyum2 bingung
Tapi lanjut S2 kan?
Iya, insyaallah, jawabku

Semua pertanyaan itu membuat tingkat kegalauanku semakin meningkat, jangankan menjawab pertanyaan orang, menjawab pertanyaan dari diri sendiri saja sudah bingung. Sebetulnya dengan punya banyak uang semuanya bisa menjadi mudah, bisa daftar S2 di mana saja dan kapan saja. Tapi sayangnya, hidup kan nggak selurus itu.

Jatah uang bulanan dari ortu hanya tersisa bulan depan, setelahnya aku harus bisa survive hidup mandiri di perantauan, kalau nggak bisa ya terpaksa harus pulang. Sedangkan belum siap rasanya kalau harus pulang sekarang-sekarang.

Dulu, tinggal di rumah adalah hal yang paling aku idam-idamkan, maklum sejak tahun 2007 aku sudah mondok dan tinggal jauh dari orangtua. Tapi sekarang aku malah mau tinggal di perantauan dan lebih memilih tinggal jauh dari orangtua. Bukannya durhaka, tapi hidup di atmosfer yang dipenuhi ilmu dan pengalaman sangat menggiurkan. Melihat teman-teman tanpa lelah belajar dan menggali potensi membuatku cemburu. Pulang ke rumah berarti menghilangkan kesempatan belajar dan mematikan potensi.

Masa-masa transisi ini emang yang paling bikin galau. Sebab utamanya ya karena "ketidakpastian". Gak pasti kapan bisa lanjut S2, ga pasti kerja di mana dan ga pasti kapan menikah. Kalau udah pasti tentu aja ga akan galau lagi kan? Jadi akan kemana setelah ini?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...