Sudah sepekan sejak peristiwa itu terjadi, namun fikiran-fikiran buruk masih saja menghantui, sesekali air mata bahkan masih menetes membasahi pipi. Membuyarkan konsentrasiku yang seharusnya difokuskan pada tugas akhir.
Problematika yang sama, dengan orang yang sama, entah ini yang keberapa kalinya. Nahasnya, kali ini problematika yang kuhadapi berhasil menghancurkan fondasi kepercayaan yang sudah kubangun sebegitu kokohnya. Sulit sekali untuk dikembalikan. Entah kapan bisa sempurna seperti sedia kala.
Pernahkah kau lihat sebuah cermin yang pecah? Bagaimana jika kau coba satukan? Meskipun kau sudah kumpulkan dan letakkan di tempatnya, bukankah selalu ada serpihan yang hilang dan tak bisa dikembalikan?
Begitu pula kepercayaan, sesuatu yang sangat berharga yang tak bisa diukur dengan nilai. Aku sudah mencoba mengumpulkan bagian-bagian kepercayaan itu, namun tetap tak sempurna, ada serpihan yang hilang.
Sayangnya, serpihan kepercayaan yang hilang itu kini berubah menjadi prasangka. Aku sudah berupaya mengusirnya, namun ia senantiasa kembali seiring dengan usahaku membangun lagi bangunan kepercayaan yang sudah runtuh. Bagaimana pun, prasangka itu adalah bagian dari kepercayaan, hanya saja ia lebih memilih untuk mengubah wujudnya.
Andai kepercayaan bisa dibeli, ingin rasanya kubeli semahal apapun itu. Sejak saat itu, aku lebih memilih untuk membangun tembok di sisi kanan dan kiri. Hanya sebuah upaya menjaga diri agar tidak pergi terlalu jauh. Hanya sebuah upaya untuk tak memberikan kepercayaan yang kumiliki kepada sembarang orang. Jika suatu saat kita memang tak ditakdirkan bersama, setidaknya aku sudah memiliki tembok itu. Biar nanti kupertebal dindingnya agar tak ada masa lalu yang bisa kembali mengetuk pintu kecil di ujung tembok itu.
Orang itu berkata seperti ini:
Aku menyapa masa lalu bukan untuk kembali, hanya sebuah usaha berdamai dengan diri sendiri :)
Tapi tidakkah dia berpikir, menyapa masa lalu sama dengan membuka luka yang pernah ada. Untuk apa menengok lagi pada masa lalu yang selamanya tak akan pernah kau miliki?
Kau hanya akan menyakiti orang lain. Berhentilah mengutamakan egomu dan menganggap semua baik-baik saja. Bukankah semuanya sudah tak pernah lagi menjadi baik ketika kau memutuskan untuk pergi?
Biarlah kita memainkan peran masing-masing. Jangan sakiti orang lain dan cobalah mengerti :(
Problematika yang sama, dengan orang yang sama, entah ini yang keberapa kalinya. Nahasnya, kali ini problematika yang kuhadapi berhasil menghancurkan fondasi kepercayaan yang sudah kubangun sebegitu kokohnya. Sulit sekali untuk dikembalikan. Entah kapan bisa sempurna seperti sedia kala.
Pernahkah kau lihat sebuah cermin yang pecah? Bagaimana jika kau coba satukan? Meskipun kau sudah kumpulkan dan letakkan di tempatnya, bukankah selalu ada serpihan yang hilang dan tak bisa dikembalikan?
Begitu pula kepercayaan, sesuatu yang sangat berharga yang tak bisa diukur dengan nilai. Aku sudah mencoba mengumpulkan bagian-bagian kepercayaan itu, namun tetap tak sempurna, ada serpihan yang hilang.
Sayangnya, serpihan kepercayaan yang hilang itu kini berubah menjadi prasangka. Aku sudah berupaya mengusirnya, namun ia senantiasa kembali seiring dengan usahaku membangun lagi bangunan kepercayaan yang sudah runtuh. Bagaimana pun, prasangka itu adalah bagian dari kepercayaan, hanya saja ia lebih memilih untuk mengubah wujudnya.
Andai kepercayaan bisa dibeli, ingin rasanya kubeli semahal apapun itu. Sejak saat itu, aku lebih memilih untuk membangun tembok di sisi kanan dan kiri. Hanya sebuah upaya menjaga diri agar tidak pergi terlalu jauh. Hanya sebuah upaya untuk tak memberikan kepercayaan yang kumiliki kepada sembarang orang. Jika suatu saat kita memang tak ditakdirkan bersama, setidaknya aku sudah memiliki tembok itu. Biar nanti kupertebal dindingnya agar tak ada masa lalu yang bisa kembali mengetuk pintu kecil di ujung tembok itu.
Orang itu berkata seperti ini:
Aku menyapa masa lalu bukan untuk kembali, hanya sebuah usaha berdamai dengan diri sendiri :)
Tapi tidakkah dia berpikir, menyapa masa lalu sama dengan membuka luka yang pernah ada. Untuk apa menengok lagi pada masa lalu yang selamanya tak akan pernah kau miliki?
Kau hanya akan menyakiti orang lain. Berhentilah mengutamakan egomu dan menganggap semua baik-baik saja. Bukankah semuanya sudah tak pernah lagi menjadi baik ketika kau memutuskan untuk pergi?
Biarlah kita memainkan peran masing-masing. Jangan sakiti orang lain dan cobalah mengerti :(
Komentar
Posting Komentar