Langsung ke konten utama

Fenomena Unfriend dan Perbedaan Pandangan


Beberapa hari lalu aku menghapus aplikasi massanger dan facebook yang sudah terinstal lama di gawaiku. Aku merasa terganggu dengan puluhan notifikasi yang masuk dari seorang teman asal Bangladesh. Aku mengerti bahwa dia hanya ingin berteman saja, tapi dia terlalu posesif, setiap kali pesannya tidak kubalas, dia akan mengirimkan puluhan pesan lainnya, menanyakan kenapa aku tak membalas pesannya.

Sebisa mungkin aku tahan jariku untuk memblokirnya, atau minimal aku batalkan pertemanannya, tapi aku terlalu takut. Takut dia akan marah dan mendoakan hal-hal yang buruk kepadaku (efek kebanyakan nonton film wkwk). Akhirnya yang aku hapus adalah aplikasi facebook dan massanger di gawaiku. Namun aku masih tetap terganggu dengan berbagai pesannya ketika kubuka facebook melalui PC-ku. Hingga akhirnya aku putuskan untuk memblokirnya.

Beberapa waktu lalu aku juga pernah memilih untuk “unfollow” beberapa kawan di Instagram. Bukan karena dia menggangguku seperti kawan dari Bangladesh itu, tetapi karena aku gerah melihat konten-konten yang mereka unggah.

Aku capek mengumpat dalam hati karena berbagai postingan mereka, jadi lebih baik aku unfollow, setidaknya beranda-berandaku akan bersih dari orang-orang yang suka menghujat dan memprovokasi, juga dari berbagai pemikiran konservatif yang hanya memandang perempuan sebagai sumber fitnah.

Tepatnya tiga orang yang aku unfollow akun instagramnya, aku mengenal baik ketiganya. Dua diantaranya senior di pondokku dahulu, satu lagi ku kenal melalui suatu organisasi di Ciputat, namun kami tidak satu kampus.

Aku sudah tidak berinteraksi langsung dengan ketiganya. Aku juga tidak pernah berinteraksi secara personal melalui media sosial, kami hanya mengetahui kabar masing-masing dari berbagai postingan-postingan yang diunggah. Mungkin itu pula yang membuatku memilih untuk unfollow, mungkin aku saja yang terlalu was-was, belum tentu juga di kehidupan nyata mereka akan bersikap demikian.

Tetapi aku sendiri lebih setuju dengan pendapat Christine Hine yang mengatakan “There is no strict, principled distinction between the internet on one hand, and everyday life on the other”. Menurutku, realitas yang terbentuk di internet adalah representasi dari diri seseorang. Jadi bagiku, semua unggahan yang diunggah ketiga orang yang aku unfollow tersebut tidak jauh berbeda dengan sikap mereka di dunia nyata.

Salah satu senior di pondokku itu memenuhi unggahannya dengan berbagai umpatan dan caci maki untuk pemerintah, terlebih kepada Presiden Indonesia yang saat ini secara resmi masih menduduki jabatannya. Kalaupun tidak tentang itu, postingannya akan lebih banyak membahas tentang jihad, bela Islam, lawan orang kafir dan bearbagai postingan lainnya yang menjurus pada provokasi. Tetapi kebanyakan unggahannya adalah repost dari berbagai akun instagram yang nggak jelas kredibilitasnya. Jarang sekali ia menulis pendapatnya sendiri. Tapi melalui repostnya itu setidaknya kita bisa tahu bahwa ia setuju dengan unggahan tersebut. Ya karena seseorang punya motivasi tertentu ketika memutuskan untuk melike atau merepost suatu unggahan (ada teori komunikasinya juga nih, tapi males ah bahasnya wkwk).

Yang lebih disayangkan, seniorku itu adalah pengajar di pondokku dulu, kami biasa memanggil guru dengan sebutan “ustadz”. Bahkan saat aku masuk pondok di tahun 2007 ia juga sudah mengajar, menjadi ustadz pengabdian. Selama aku mengenal secara langsung, aku tidak pernah melihat tingkah laku yang aneh yang menjurus pada provokasi. Aku baru menemukan keganjalan-keganjalan itu beberapa tahun terakhir ini, mungkin semenjak mencuatnya kasus penistaan agama yang menimpa eks gubernur DKI Jakarta dua tahun lalu.

Sedangkan satu seniorku lagi merupakan seorang perempuan yang baru “berhijrah” menggunakan cadar. Meskipun sudah berkeluarga dan memiliki anak, ia tidak pernah menampilkan potret keluarganya, berbeda dengan ibu-ibu lainnya yang biasanya gatel selalu upload foto-foto buah hatinya. Seniorku yang satu ini lebih sering memposting potret dirinya dengan kawan-kawannya, atau berbagai postingan tausiyah tentang hijrah, terkadang malah tentang jodoh. Aku sampai bertanya-tanya apakah ia sudah bercerai sehingga mikirin jodoh? Duh Fer ngapain dah kepo banget sama rumah tangga orang -_-.

Anehnya, meskipun dia sering berbicara tentang hijrah dll tapi dia sendiri sering menampilkan foto-foto selfienya dengan wajah yang dimake up dan pakaiannya stylish, meskipun sebagian wajahnya ditutup cadar tapi aura kecantikannya masih dapat tercium, aku yakin orang juga akan tergiur untuk berkomentar “Ih kamu cantik banget”. Jadi sebenernya makna hijrah versi dia itu apa ya? Jadi cadar itu style atau gimana sih? Hmm.

Duh maaf bukan mau ghibah akutu. Cuma gerah aja, butuh teman diskusi buat melihat berbagai fenomena di dunia maya. L Aku cuma mau hidup di dunia maya dan damai sentosa.




Komentar

  1. Gw Tu nii ustat siapa yg dialmatkan dsini, tp klo yg cewe siapa yaaa wqwqwqw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Setelah jutaan tahun blog gue baru ada yang komen lagi haha.
      Siapa tebak :D

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe