Langsung ke konten utama

Tahukah Kamu Mana yang Lebih Banyak Fadhilahnya?


Setiap manusia tentu saja ingin mendapatkan keuntungan dalam segala hal, begitu pula dalam ibadah. Kita sering kali mencari amalan yang utama untuk mendapatkan fadhilah dan pahala yang lebih besar. Nah, ternyata sesuatu yang lebih banyak perbuatannya maka lebih banyak fadhilahnya, dan ada hal-hal sepele yang sering kita lewatkan padahal mengandung lebih banyak keutamaan. Mau tau?
Shalat witir secara terpisah (2 rakaat+1 rakaat) lebih baik daripada meggabungnya menjadi 3 rakaat, karena shalat witir secara terpisah 2+1 lebih banyak gerakan dan takbirnya. Yang lebih banyak perbuatannya, maka lebih banyak fadhilahnya
Shalat witir berjumlah 3 rakaat lebih afdhal daripada lebih banyak (misalnya 5 atau 7), karena Rasulullah SAW shalat witir sebanyak 3 rakaat tetapi secara istiqomah.
Namun pendapat tersebut dhaif. Mengenai hal ini tidak ada keterangan berapa rakaat yang paling afdhal, Imam Tirmidzi meriwayatkan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda “Witir itu 13, 11, 9, 7, 5, dan 1”. Maka, jumlah rakaat yang paling sedikit adalah satu, dan lebih dari itu maka lebih sempurna, namun terdapat hadits yang menyatakan bahwa witir yang paling utama dan sempurna adalah 11 rakaat. Aisyah RA berkata “Rasulullah menambahkan (shalatnya) pada bulan Ramadhan maupun bulan lainnya sebanyak 11 rakaat”.
Shalat dhuha 8 rakaat lebih afdhal dibandingkan 12 rakaat, karena hadits yang menyebutkan jumlah terbanyak shalat dhuha 12 rakaat adalah dhaif. Tetapi mengamalkan hadis dhoif untuk fadhilah amal dibolehkan.
Shalat witir lebih utama dibandingan shalat fajar (qobliah shubuh). Ibnu Rif’ah berkata shalat witir lebih utama karena rakaatnya yang ganjil dan sebelumnya didahului oleh sholat malam.
Karena Allah ganjil dan menyukai yang ganjil.
Shalat Ied lebih utama dari pada shalat khusuf (gerhana bulan), walaupun shalat khusuf lebih lama. (Karena disunnahkan membaca surat-surat yang panjang pada shalat khusuf, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Buwaiti “Disunahkan membaca surat al-baqoroh pada rakaat pertama, lalu pada rakaat kedua membaca surat Ali Imran atau surat lainnya yang sesuai dengan kemampuan, pada rakaat ketiga membaca surat An-Nisa atau surat lain semampunya, dan pada rakaat ke empat membaca surat Al-Maidah atau surat lain semampunya). Adapun alasan shalat ied lebih utama adalah karena shalat ied hukumnya sunnah muakkadah, sedangkan shlalat khusuf hukumnya sunnah.
Namun, Syaikh Ibnu Hajar dalam kitabnya “At-Tuhfah” berpendapat bahwa shalat khusuf lebih afdhal dari shalat ied, karena waktunya menyerupai shalat fardhu, dan kemuliaan waktunya
Lebih utama yang mana, Shalat Idul Adha atau Idul Fitri?
Jumhur ulama berpendapat bahwa  shalat idul adha lebih utama dibandingkan shalat ied fitri, karena shalat idul adha dilaksanakan pada bulan “nahr” di bulan suci dan ketika itu terdapat dua ibadah yaitu haji dan qurban. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
إنّ أعظم الأيَّام عند الله يوم النحر (رواه أبو داود)
“Sesungguhnya hari yang paling besar bagi Allah adalah hari kurban”
Namun ada juga ulama yang berpendapat sebaliknya, yaitu shalat idul fitri lebih utama dibandingkan shalat idul adha. Hujjahnya yaitu perkataan Ulama salaf “Barangsiapa melaksanakan shalat idul fitri maka seakan-akan dia melaksanakan ibadah haji, dan barangsiapa yang melaksanakan shalat idul adha maka seakan-akan dia melaksanakan ibadah umrah”
Sedangkan Ibnul Maqri berpendapat bahwa shalat idul fitri dan idul adha memiliki fadhilah yang sama.
Memperpendek (bacaan surat) di shalat sunnah fajar (qobliyah shubuh) lebih utama dibandingkan memperpanjang bacaannya. Hal ini berdasarkan hadits nabi yang disandarkan pada Aisyah Rhadiyallahu ‘Anha, ia berkata “Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wa sallam meringankan 2 rakaat shalat fajar sampai-sampai aku berkata “Apakah engkau membaca surat Al-Fatihah?”
Adapun surat-surat yang sunnah dibaca setelah membaca Al-Fatihah pada shalat sunnah fajar adalah surat “Al-Baqoroh : 136” pada rakaat pertama dan surah  “Ali Imran : 64” pada rakaat ke dua. Sedangkan Syaikh Ibnu Hajar Al-Haitami berpendapat bahwa surat yang sunnah dibaca adalah “Al-Insyiroh” dan “Al-Kaafirun” pada rakaat pertama, dan pada rakaat kedua membaca surat “Al-fiil” dan “Al-Ikhlash”
Membaca surat yang sempurna lebih baik dibanding surat potongan yang tidak sempurna meskipun surat tersebut lebih panjang. Karena surat sempurna yang pendek memuat awal dan akhir suratnya, berbeda dengan surat yang hanya memuat potongan ayat. Kecuali pada shalat tarawih, maka membaca potongan ayat tetap afdhol karena banyak orang yang menargetkan khatam quran pada dalam shalat tarawih.
Sebagian ulama berpendapat bahwa potongan surat lebih utama dari surat pendek yang sempurna, sebagaimana keutamaan beberapa ayat Al-Quran pada surat yang panjang. Namun, keutamaan ini apabila potongan surat itu dibaca pada shalat tarawih, sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Ibnu Qosim. Keutamaan ini apabila ia meniatkan untuk mengkhatamkan Al-Qurán pada shalat tarawih dengan membaca potongan-potongan ayat di setiap shalatnya dan apabila tidak meniatkan khatam, maka surat pendek yang sempurna lebih utama.

Referensi : Al-Fawaid Al-Janniyah karya Syaikh Ibnul Qoyyim AL-Jauziyah



Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe