Langsung ke konten utama

Melewatkan Shalat karena Ketiduran atau Lupa, Bagaimana hukumnya?


Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna (dalam penciptaannya), namun bukan berarti ia terlepas dari salah dan lupa. Lalu bagaimana ya kalau salah dan lupanya berkaitan dengan shalat? misalnya kita lupa melaksanakan shalat karena kebablasan tidur sampai waktu shalat habis, atau seorang nenek tua pikun yang lupa bahwa ia belum melaksanakan shalat.

Nah, jika kebablasan tidur atau lupa seperti itu, maka shalatlah ketika kita sudah bangun dari tidur dan shalatlah ketika kita ingat, bahkan jika kita telah melewatkan shalat itu selama 24 tahun dan kita baru ingat. Kita hanya perlu mengganti shalat itu tanpa ada kafarat. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW :

حَدَّثَنَا أَبُو نُعَيْمٍ وَ مُوْسَى بنُ إسماعيل قالا : حدَّثَنَا هَمَامٌ عن أَنَسٍ عن النَّبِيَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ نَسِيَ صَلاةً فَليُصَلَّ إِذَا ذَكَرَهَا, لا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذلكَ (وَ أَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِى) قال موسى : قال همَّامٌ : سَمِعْتُهُ يَقُوْلُ بَعْدُ : وَ أَقِمِ الصَّلاةَ للِذِكْرَى, وقال حبَّان : حدّثَنَا همَّامٌ حدّثَنَا قتادةُ حدّثَنَا أَنَسٌ عن النّبِيَّ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ 
وَسَلَّمَ نحوَه (رواه البخارى)

Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim dan Musa bin Isma’il keduanya berkata, telah menceritakan kepada kami Hamman dari Qatadah dari Anas bin Malik dari Nabi SAW, beliau bersabda “Barangsiapa lupa suatu shalat, maka hendaklah ia melaksanakannya ketika dia ingat. Karena tidak ada tebusannya kecuali itu. Allah berfirman “Dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku” (QS. Thaahaa :14). Musa berkata, Hamman berkata “Setelah itu aku mendengar beliau mengucapkan “Dan tegakkanlah shalat untuk mengingat-Ku”. Abu ‘Abdullah berkata : Habban berkata, telah menceritakan kepada kami Hamman telah menceritakan kepada kami Qatadah telah menceritakan kepada kami Anas bin Malik dari Nabi SAW seperti itu (HR Bukhari : juz 2 no 597) 

Hadits itu menjelaskan bahwa orang yang lupa belum melaksanakan shalat, maka boleh shalat ketika ia ingat, sebagaimana firman Allah dalam surat Thaha ayat 14 :


 إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku. (QS Thaaha : 14)

Tidak ada kifarat pula bagi orang yang lupa melaksanakan shalat, ia hanya perlu mengqodho shalat yang tertinggal saja, sebagaimana yang telah disebutkan dalam hadis  di atas.

Adanya pembolehan meng-qodho shalat ketika lupa atau ketiduran ini menunjukkan bahwa Allah begitu pengasih dan pengampun, Allah tidak memberikan dosa kepada orang yang lupa  atau tertidur, karena dalam keadaan seperti itu kita sedang dalam keadaan tidak sadar, sebagaimana sabda Rasululllah SAW :

    عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا، قَالَتْ، قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ : رُفِعَ القَلَمُ عَنْ ثَلاثَةٍ : عَنِ النَّائِمِ حَتَّى يَسْتَيْقِظَ، وَ عَنِ الصَّغِيْرِ حَتَّي يَكْبُرَ وَ عَنِ 
المجْنُوْنِ حَتَّى يَعْقِلَ، أَوْ يُفِيْقَ
Artinya : Dari Aisyah ra, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah Saw bersabda “Pena (tuhan) diangkat dari tiga perkara “Orang yang tidur sampai ia terbangun, anak kecil sampai ia dewasa (baligh), orang gila sampai ia berakal (sehat akalnya).

Hadits di atas bermakna bahwa tiada dosa bagi orang yang tidur, anak kecil dan orang gila ketika mereka belum sampai kepada masa sadarnya atau masa balighnya. Tapi tentu saja jangan sampai menyegaja tidur untuk meninggalkan shalat.

Adanya keringanan bukan berarti aturan Islam longgar, Allah memberikan kemudahan kepada hambanya dan tidak ingin mempersulit. Orang yang dengan sengaja meninggalkan shalat tetap berdosa dan menurut sebagian ulama tidak perlu mengganti shalatnya karena ia meninggalkannya secara sengaja, maka sudah jelas dosanya. Yang diwajibkan mengqodhonya adalah orang yang lupa atau kebablasan tidur tadi, ketika itu tiada dosa baginya.

Pendapat yang mengatakan orang yang sengaja meninggalkan shalat tersebut berhujjah bahwa apabila ia mengqodho juga shalatnya, maka seakan-akan kedudukannya sama dengan orang yang lupa atau tertidur tadi, padahal orang yang lupa atau tertidur tadi tidak menyengaja dan tidak ada dosa baginya, sedangkan orang yang sengaja keadaannya lebih buruk dari orang yang lupa.

Namun, pendapat lain mengatakan, shalat adalah kewajiban, maka apabila tidak dilaksanakan, seorang hamba memiliki hutang yang wajib dibayar yaitu shalat, dan hutangnya itu tidak akan gugur kecuali setalah ia menunaikannya.  Maka, orang yang menyengaja meninggalkan shalat itu tetap harus mengqodho shalatnya, namun dosa akan kelalaiannya tetap ada dan tidak gugur dengan adanya qodho tersebut. Sebagaimana orang yang menyengaja membatalkan puasa di bulan Ramadhan (tanpa hujjah yang diperbolehkan), ia perlu mengganti puasanya di hari lain dan tetap berdosa karena telah membatalkan puasanya.

Jadi teman-teman, misalnya ketika kita pulang dari perjalanan dan dalam keadaan sangat lelah kemudian kita tidur dan baru terbangun pada saat matahari sudah muncul bahkan sudah meninggi, tetaplah shalat dan jangan beranggapan karena waktu shalat sudah habis berarti kita tidak perlu melaksanakannya. Ketahuilah, Allah Maha Penyayang juga Maha Pengampun, kapanpun kita menghadap-Nya, Ia selalu ada. Tetapi beda halnya dengan orang yang sudah mendengar adzan melah melanjutkan tidurnya saja dan malas bangun, berarti ia meninggalkan shalat dengan sengaja. Jadi, bedakan mana yang sengaja dan tidak yaaa :D

Referensi :
Fathul Baari bi Syarhi Shohihil Bukhori


Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe