Langsung ke konten utama

Mengqodho Shalat? Bolehkah?

Mengqodho Sholat? Bolehkah?
            Kata qodho pada ibadah tentu tidak asing lagi bagi kita, misalnya qodho puasa ramadhan, yaitu puasa pengganti bagi orang yang berhalangan berpuasa di bulan Ramahan. Kalau kita berhalangan untuk berpuasa pada bulan Ramadhan maka kita wajib mengqodhonya di hari lain, namun bagaimana jika kita melewatkan shalat? Apakah kita boleh mengqodhonya di waktu lain?
            Terkadang terdapat kendala yang meyebabkan kita melewatkan waktu shalat, misalnya kita dalam keadaan yang sangat sulit sehingga terhambat untuk melaksanakan shalat. Bahkan Rasulullah pun pernah meninggalkan shalat (dalam keadaan sadar) ketika sedang dalam perang khandaq. Seperti yang termaktub dalam kitab fathul baari syarh shahih bukhori :
حَدَّثَنَا المكِّى بْنُ إِبْرَاهِيْمَ حَدَّثَنَا هِشَامٌ عَنْ يَحْيَى عَنْ أَبِى سَلَمَةَ عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ جَاءَ يَوْمَ الخَنْدَقِ بَعْدَمَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ جَعَلَ يَسُبُّ كُفَّارَ قُرَيْشٍ وَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ, مَا كِدْتُ أَنْ أُصَلِّى حَتَّى كَادَتِ الشَّمْسُ أَنْ تَغْرُبَ, قَالَ النَّبِيُّ  صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَاللهِ مَاصَلَّيْتُهَا, فَنَزَلْنَا مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بُطْحَانَ فَتَوَضَّأَ للصَّلاَةِ وَتَوَضَّأْنَا لَهَا, فَصَلّى العَصْرَ بَعْدَمَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ, ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا مَغْرِبَ (هذا حديث صحيح, رواه البُخارى)
Telah menceritakan kepada kami Makiy bin Ibrahim, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam dari Yahya dari Abu Salamah dari Jabir bin Abdullah, bahwa Umar bin Al-Khattab datang pada hari peperangan Khandaq setelah matahari terbenam, hingga ia mengumpat orang-orang kafir Quraisy, lalu berkata “Wahai Rasululah, aku belum melaksanakan shalat Ashar hingga matahai hampir terbenam, Maka nabi SAW bersabda “Demi Allah, aku juga belum melaksanakannya. Kemudian kami berdiri menuju aliran air (Sungai), belau berwudhu dan kamipun ikut berwudhu, kemudian beliau melaksanakan shalat ashar setelah matahari terbenam, dan setelah itu dilanjutkan dengan shalat magrib. (HR Bukhari juz 2 no 596)[1]
            Riwayat lain menyebutkan :
حَدَّثَنَا أبو نعيم قَالَ : حدّثَنَا شيبانُ عن يحي قال: سمعتُ أبا سَلمة يقول أخبرنَا جَابِرُ بْنِ عَبْدِ اللهِ أنّ النَّبِيَّ جاءه عُمَرَ بْنَ الخَطَّابِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يَوْمَ الخَنْدَقِ قَقَالَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ, مَا كِدْتُ أَنْ أُصَلِّى حَتَّى كَادَتِ الشَّمْسُ تَغْرُبُ, وَذلك بعدما أفطرَ الصَّائِمُ, قَقَالَ النَّبِيُّ  صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَاللهِ مَاصَلَّيْتُهَا, فَنَزَلَ النَّبِيُّ  صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ  إلى بُطْحَانَ وَ أَنَا مَعَهُ, فتَوَضَّأَ ثُمَّ صَلَّى -يَعنى العَصْرَ- بَعْدَمَا غَرَبَتِ الشَّمْسُ, ثُمَّ صَلَّى بَعْدَهَا مَغْرِبَ (هذا حديث صحيح, رواه البُخارى)
Telah menceritakan kepada kami Abu Nu’aim, ia berkata, telah menceritakan kepada kami Syaiban dari Yahya ia berkata : Aku mendengar Abu Salamah berkata telah memberitahukan kepada kami Jabir bin Abdillah “Sesungguhnya Nabi SAW didatangi oleh Umar bin Al-Khattab pada hari peperangan Khandaq lalu berkata “Wahai Rasululah, aku belum melaksanakan shalat Ashar hingga matahai hampir terbenam, dan itu setelah berbukanya orang yang berpuasa. Maka nabi SAW bersabda “Demi Allah, aku juga belum melaksanakannya. Kemudian nabi berdiri menuju aliran air (sungai) dan aku bersamanya, nabi berwudhu lalu shalat (yakni shalat ashar) setelah matahari terbenam, dan setelah itu dilanjutkan dengan shalat magrib. (HR Bukhari juz 2 no 641)[2]
Hadits itu menceritakan bahwa kaum muslimin sedang berada dalam perang menghadapi kaum kafir quraisy yaitu perang khandaq, kaum kafir begitu menyibukkan kaum muslimin sehingga mereka sulit untuk meninggalkan perang dan waktu shalat ashar telah berlalu sedangkan mereka belum melaksanakan shalat. Sampai-sampai Umar bin Khattab mengumpat kaum Quraisy karena mereka yang menyebabkan keterlambatan shalat itu. Akhir hadits tersebut berbunyi kemudian beliau melaksanakan shalat ashar setelah matahari terbenam, dan setelah itu dilanjutkan dengan shalat magrib, berarti shalat ashar dilaksanakan pada saat matahari sudah terbenam, yaitu memasuki waktu magrib, hal ini ditegaskan dalam hadits lainnya yaitu “setelah berbukanya orang yang berpuasa”.
Namun, kejadian ini terjadi pada saat belum disyariatkan shalat khauf, karena perang khandaq terjadi pada bulan syawal di tahun 4 Hijriyah, sedangkan ayat tentang shalat khauf turun pada tahun 6 Hijriyah saat perang dzati riqaa. Ini menunjukkan bahwa kaum muslimin berada pada keadaan yang sangat sulit, apabila mereka melaksanakan shalat dan lengah dari musuh, maka musuh akan dengan mudah membunuh kaum muslimin.

            Dari hadits ini, kita dapat mengambil kesimpulan bahwa :
1.      Shalat boleh diqodho ketika tertinggal waktunya dengan syarat dalam keadaan yang sangat darurat dan menyulitkan. Namun apabila seorang muslim meninggalkan shalat dengan sengaja dan dalam waktu yang memungkinkan untuk shalat, ia telah berdosa karena meninggalkan dan melalaikan shalat. Wallahu a’llam
2.      Shalat yang dilaksanakan bukan pada waktunya diniatkan dengan “qodhoo’an” bukan “ada’an”, namun terkait hal itu ada perbedaan pendapat di kalangan ulama.
3.      Tetap disunnahkan shalat berjamaah pada shalat qadha.
4.      Mengenai shalat apa dahulu yang dikerjakan, apakah shalat yang tertinggal, atau shalat yang di waktunya para ulama berbeda pendapat. Adapun Imam Malik berpendapat untuk mendahulukan shalat yang diqodho, baru kemudian dilanjutkan dengan shalat yang di waktunya, sebagaimana terdapat pada hadits ini, yaitu shalat ashar dahulu baru kemudian magrib. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat dahulukan shalat yang pada waktunya baru kemudian shalat yang tertinggal, yaitu shalat magrib baru kemudian shalat ashar. Namun dalam pendapat ini Imam Syafi’i berhujjah bahwa waktu shalat magrib singkat, maka dikhawatirkan akan menghabiskan waktu shalat magrib apabila melaksanakan shalat qadha dahulu dan memperpanjang bacaan shalat dan thuma’ninah.[3]
Nah, kawan-kawan, shalat merupakan ibadah yang paling utama dan merupakan tiang agama. Shalat merupakan amal yang paling pertama dihisab di hari kiamat kelak. Maka hendaklah kita mengutamakan shalat dari semua pekerjaan lain, jangan melalaikan shalat dan melaksanakannya di akhir waktu, apalagi sampai meninggalkannya, na’udzubillahi min dzaalik. Apabila kita telah terlanjur meninggalkan shalat, maka qadha-lah shalat tersebut, karena shalat merupakan kewajiban kepada Allah, dan apabila kita belum melaksanakannya maka kita berhutang. Begitu pula halnya ketika kita mengunjungi suatu tempat dan tidak mengetahui arah kiblat, lalu kita shalat dan ternyata setelah waktu shalat telah berlalu kita mengetahui bahwa kita menghadap kiblat yang salah. Maka lebih baik untuk mengqodho shalat yang salah menghadap kiblat tadi. Dan jangan lupa perbanyak istigfar kepada Allah atas kelalaian yang telah kita lakukan.
Allah telah mempermudah segala ibadah bagi kaum muslimin, apabila bepergian kita dapat menjama’ atau mengqoshor shalat, maka janganlah ada alasan tertinggal waktu shalat. Rasulullah meninggalkan shalat ashar di waktunya karena berada dalam keadaan perang dan belum adanya syariat shalat khauf, maka apakah kita masih punya alasan meninggalkan shalat?




[1] Imam Ibnu Hajar Al’Astqalani,  Fathul Baari bisyarhi Shahiihil Bukhaari, (Cairo : Daarul Hadits, 2004), hlm 81
[2] Imam Ibnu Hajar Al’Astqalani,  Fathul Baari bisyarhi Shahiihil Bukhaari, hlm 145
[3]Imam Ibnu Hajar Al’Astqalani,  Fathul Baari bisyarhi Shahiihil Bukhaari, hlm 83

Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe