Kawan, kali ini ku ingin sampaikan keluh kesahku
kepadamu.
Tentang apa yang terpendam di hati
Sungguh, ku tak pandai bicara
Tak dapat bertutur kata indah sehingga membuat orang
terpesona.
Tak mampu pula mengutarakan pendapatku dengan
sempurna.
Sehingga aku hanya mampu menuliskan apa yang kurasa.
Kehidupan di dunia hanya sementara, namun penuh misteri.
Kawan, pernahkah kau merenungkan sehari atau sejam
atau bahkan satu menit saja tentang hakikat kehidupan ini? untuk apa kita
dilahirkan? untuk apa kita hidup di dunia ini? Sehingga kemudian kita menangis
dan meratapi betapa banyak waktu yang kita habiskan sia-sia.
Sungguh, apabila aku bisa memilih, aku lebih memilih
untuk tidak pernah diciptakan dan tidak pernah dilahirkan di muka bumi ini.
Karena, kehidupan ini sungguhlah kejam, sedang dunia akhirat dunia abadi,
pertanggung jawaban atas amal perbuatan kita di dunia.
Namun kawan, Allah begitu pemurah berkehedak untuk
menciptakan kita semua, hingga saat ini bukanlah penyesalan yang seharusnya
menghantui, tetapi rasa syukur dan tunduk kepada Allah SWT. Tuhan pencipta alam
semesta.
Kita adalah seorang juara.Ya, semenjak di dalam
kandungan kita sudah mejadi juara. Karena kitalah bibit yang paling dahulu
sampai ke ovum ibu dari ratusan bahkan ribuan bibit-bibit yang lain, sehingga kita menjadi pemenang. Dan kitalah
yang kemudian tumbuh menjadi zigot kemudian janin kemudian dilahirkan dan
menjadi manusia yang sempurna.
Pada hakikatnya, penciptaan manusia memanglah
sempurna, namun tidak ada manusia yang memiliki kesempurnaan rohani jasmani
secara utuh, karena kesempurnaan hanyalah milik Allah.
Bagiku, orang yang paling beruntung adalah orang yang
tak pernah dilahirkan di muka bumi ini, kemudian yang kedua orang-orang muslim
yang hidup sezaman dengan Rasulullah, dan ia menjadi salah satu sahabat Rasul
yang beriman kepada Allah. Dan orang-orang beruntung yang terakhir adalah orang
yang meninggal pada usia muda. Jasmani dan rohaninya masih bersih tanpa noda,
kelak mereka akan menjadi perhiasan-perhiasan surga. Ia akan menjadi mutiara
bagi kedua orang tuanya.
Kawan, namun tak perlu bersedih, walaupun kita tak
pernah menatap Rasul namun kita tetap bisa menjadi umatnya, umatnya yang
mengamalkan sunnah-sunnahnya, umatnya yang akan dikenal olehnya walaupun Ia tak
pernah melihat wajah kita. Kau tahu dengan apa agar Rasulullah mengenal kita?
Ya, dengan mengamalkan sunnah-sunnahnya, dengan banyak bersholawat kepadanya.
Maka kawan, marilah kita perbanyak amalan sunnah di masa hidup kita, selagi
nafas masih berhembus, selagi mata masih melihat, selagi jasmani masih
sempurna.
Kawan, sungguh hatiku terisis tatkala kalian mengucapkan
“Kenapa sih harus ada pelajaran agama?”
Astaghfirullah, aku sungguh prihatin, melihat
tanggapan kalian yang sama sekali tidak antusias mempelajari masalah agama?
Kawan, pernahkah kau merenung untuk apa hidup ini?
Pernahkah kau merenung apa agama kita?
Pernahkah kau merenung siapa Tuhan kita?
Pernahkah kau merenung kawan? Pernahkah?
Tidakkah kalian menyadari bahwa kita hidup untuk
beribadah? Tidakkah kalian menyadari bahwa agama kita adalah islam? Tidakkah
kalian menyadari bahwa Tuhan kita adalah Allah? Tidakkah kalian menyadarinya
kawan?
Lalu, mengapa kalian mengeluh tatkala kita harus
mempelajari pelajaran agama? Mengapa kalian tidak bersemangat untuk mempelajari
pelajaran agama? Padahal tujuan hidup kita adalah ibadah, maka pelajaran agama
itu harus kita ketahui agar ibadah yang kita lakukan sesuai dengan ajaran
islam. Agar ibadah yang kita jalani bukanlah suatu amalan biasa, melainkan
ibadah yang karena kita mengetahui sebab dan tujuannya. Janganlah memegang
prinsip “taqlid” yang beribadah hanya karena ikut-ikutan, tetapi jadilah
“muttabi’” yang beribadah karena kita tahu alasan ibadah, meskipun kita tak
mampu untuk menjadi mujtahid. Orang yang taqlid hanya beribadah karena
ikut-ikutan, sedangkan ia tak mengerti untuk apa ia beribadah, tidakkah kalian
takut jika ibadah yang kalian lakukan sia-sia? Tak dibalas dengan pahala, tak
bernilai apa-apa, atau bahkan malah menjadi bumerang bagi kita untuk masuk
neraka, Astaghfirullah, semoga Allah menjauhkan kita dari itu semua.
Na’uudzubillahi min dzaalik.
Kemudian pernahkah kalian menyadari? banyak waktu kita
terbuang sia-sia untuk bercengkrama membicarakan kejelekan-kejelekan orang
lain, untuk sekedar bermain game, untuk berfoya-foya mengahabiskan uang dengan
mencoba berbagai hidangan yang lezat, menghambur-hamburkan uang untuk kehidupan
dunia semata.
Kawan, bukankah Allah berfirman dalam Al-Qur’an?
ÎóÇyèø9$#ur ÇÊÈ ¨bÎ) z`»|¡SM}$# Å"s9 Aô£äz ÇËÈ wÎ) tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qè=ÏJtãur ÏM»ysÎ=»¢Á9$# (#öq|¹#uqs?ur Èd,ysø9$$Î/ (#öq|¹#uqs?ur Îö9¢Á9$$Î/ ÇÌÈ
1. demi masa.
2. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam
kerugian,
3. kecuali orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.
Tidakkah kalian bergetar membaca ayat-ayat itu kawan?
Bukankah ayat itu merupakan sindiran bagi kita yang
merugi, yang hanya menyia-nyiakan waktu?
Sungguh Allah telah mengetahui apa yang akan terjadi
di kemudian hari, Allah mengetahui kelalaian-kelalaian yang akan dilakukan
hamba-Nya. Maka, berimanlah kepada kitab-Nya, yang telah diturunkan kepada
kekasih-Nya Nabi Muhammad SAW.
Kawan, kemudian pernahkan kalian merenungi tentang
agamamu, sejauh apa pengetahuanmu tentang agamamu?
Apabila hidup hanyalah untuk beribadah? lalu salahkah
pekerjaan yang kita lakukan saat ini?
Apakah kita harus menghabiskan waktu kita sepanjang
hari untuk beribadah? Tanpa bekerja? Melupakan hak-hak untuk diri kita,
melupakan hak-hak kita kepada orang lain?
Jawabannya tidak kawan, segala sesuatu yang kita
lakukan dapat bernilai ibadah apabila kita meniatkannya hanya untuk Allah SWT,
bahkan dari amalan yang terkecil sekalipun seperti makan, minum, mandi dll.
Maka tak salah apabila Allah menciptakan manusia dengan tujuan untuk beribadah,
sebagaimana yang telah termaktub di dalam kitab suci yang mulia :
$tBur
àMø)n=yz £`Ågø:$#
}§RM}$#ur
wÎ) Èbrßç7÷èuÏ9 ÇÎÏÈ
56. dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. (QS. Adz-Dzariyat 56)
Kawan, justru kurang tepat apabila kita hanya
menghabiskan hidup kita untuk ibadah-ibadah yang hanya melibatkan diri kita
dengan Tuhan, kita hanya sholat sepanjang hari, berpuasa dan berdzikir
sepanjang hari tanpa memikirkan istri dan anak, tanpa memikirkan hak tubuh kita
yang memerlukan istirahat, tanpa memikirkan hak perut kita yang membutuhkan
asupan makanan, tanpa memikirkan hak-hak orang lain. Maka, baiknya kita
bekerja, berlajar dan bersosialisasi dengan manusia.
Disebutkan dalam suatu hadits bahwa orang yang
menuntut ilmu lebih utama dari pada ibadah-ibadah sunnah. Nabi Muhammad
SAW bersabda :
عن ابن عباس، قال قال رسول الله صلى الله
عليه وآله وسلم: " طلب العلم أفضل من الصلاة والصيام النافلة، والحج والجهاد
في سبيل الله عز وجل "
Dari Ibnu Abbas beliau berkata, Rasulullah shallahu
‘alaih wasallam bersabda, “menuntut ilmu lebih afdhal (lebih mulia) dari ibadah
shalat dan puasa yang hukumnya sunnah, begitu juga dari ibadah haji
dan berjihad di jalan Allah.” (اHadits
ini di sebutkan dalam kitab al Amalii asy Syajariah. hal. 47.)
Jadi, menuntut ilmu merupakan ibadah yang sangat besar
pahalanya, tetapi dengan syarat jika ilmu itu kita pelajari hanya karena Allah
SWT. Rasulullah SAW bersabda:
عن
أبى هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّ اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ تَعَالَى,
لاَيَتَعَلَّمُهُ إِلاَّ لِيُصِيْبَ عَرَضًا مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الجَنَّةِ
يَوْمَ القِيَامَةِ (أخرجه أبو داود وابن ماجه)
Barangsiapa
mempelajari suatu ilmu yg seharusnya karena Allah Azza Wa Jalla, namun ia tak
mempelajarinya kecuali untuk mendapatkan sebagian dari dunia, maka ia tak akan
mendapatkan baunya Surga pada Hari Kiamat.
Bahkan dalam surat At-Taubah Allah SWT berfirman :
*
$tBur
c%x.
tbqãZÏB÷sßJø9$#
(#rãÏÿYuÏ9
Zp©ù!$2
4
wöqn=sù
txÿtR
`ÏB
Èe@ä.
7ps%öÏù
öNåk÷]ÏiB
×pxÿͬ!$sÛ
(#qßg¤)xÿtGuÏj9
Îû
Ç`Ïe$!$#
(#râÉYãÏ9ur
óOßgtBöqs%
#sÎ)
(#þqãèy_u
öNÍkös9Î)
óOßg¯=yès9
crâxøts
ÇÊËËÈ
122. tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan
perang). mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa
orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya. (QS- At-Taubah:122)
Berjihad merupakan amalan yang sangat besar pahalanya,
bahkan Rasulullah memerintahkan seluruh umatnya yang laki-laki (yang mampu) untuk
berjihad, tetapi dalam ayat itu Allah berfirman bahwa tak sepatutnya semua
orang mukminin itu berjihad, melainkan ada sebagian mikmin yang pergi untuk
menuntut ilmu. Memang pengertian jihad tidak bisa digunakan secara menyeluruh.
Bagi laki-laki yang kuat fisiknya, pemberani dan aktif namun kepandaiannya
kurang, maka lebih utama baginya untuk berjihad, namun bagi laki-laki yang
lemah penakut namun cerdas maka lebih utama baginya untuk menuntut ilmu, karena
kelak ilmunya itu akan bermanfaat bagi umatnya, dan ilmu yang akan mengantarkan
seseorang kepada pengetahuan akan kebesaran Tuhannya, Maka dari itu, keutamaaan
menuntut ilmu sangatlah besar.
Kawan, janganlah merasa bahwa ilmu kita telah cukup
sehingga kita tak lagi mau mempelajari pelajaran agama, atau janganlah berfikir
bahwa tiada guna mempelajari pelajaran agama karena tidak ada hubungannya
dengan pekerjaan kita kelak, anggapan itu sangat salah kawan, sungguh kita merupakan
orang yang merugi jika beranggapan seperti itu.
Jangan berfikir bahwa hanya dengan mengetahui rukun
islam dan rukun iman maka keislaman kita telah sempurna. Sudahkah kita
mengamalkan rukun-rukun tersebut dalam kehidupan kita?
Banyak orang yang berkata bahwa ia beriman kepada
Allah, namun sudahkah kewajibannya kepada Allah dipenuhi?
Kemudian banyak orang yang mengatakan bahwa ia beriman
kepada Malaikat-malaikat Allah, namun, sudahkah ia beriman? Bukankah ada
malaikat yang selalu mencatat amal perbuatan kita di kanan dan kiri kita?
hingga tak satupun perkataan yang kita ucapkan dan perbuatan yang telah kita
lakukan luput dari pencatatannya, namun, kita masih sering bermaksiat dan
bermaksiat, apakah orang seperti itu sudah dapat dikatakan beriman?
Sudahkah kita beriman kepada kitab Allah apabila kita
tak membacanya? Tak mengamalkannya? Atau malah mendustakannya?
Sudahkah kita beriman kepada kepada Rasul jika kita
tak mengerjakan sunnah-sunnahnya?
Sudahkah kita beriman kepada hari kiamat?
Sudahkah kita beriman kepada qodho dan qodar?
Apakah kita sudah dapat dikatakan beriman kawan?
Bahkan kalaupun kita sudah percaya diri bahwa ibadah
yang kita lakukan sudah benar dan sesuai dengan ajaran islam, itu belum tentu
amal ibadah yang benar, karena bisa jadi terselip riya dalam niat, hanya ingin
dilihat orang dan lain sebagainya.
Oleh karena itu
kawan, marilah merenung sejenak tentang kehidupan ini, apakah kita telah
mengamalkan rukun-rukun islam dengan baik? Apakah kita telah beriman kepada
Allah, malaikat-malaikat-Nya, dan kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, hari kiamat
dan qodho serta qodar?
Sudahkah kawan?
Sungguh keimanan kita bagaikan seutas rambut yang
begitu tipis dibandingkan keimanan Rasul, bahkan dibandingkan dengan keimanan
sahabat-sahabat Rasul.
Marilah kita perbaiki niat, niatkan segala amal
perbuatan kita hanya untuk Allah semata, niatkan ibadah kita murni karena
mengharapkan ridho dari Allah SWT. Allah mengetahui apa yang ada di dalam hati
kta J
Wallau a’lam bis-showaab.
Komentar
Posting Komentar