Langsung ke konten utama

Perbedaan Ilmu Komunikasi dan Publisistik


PENDAHULUAN

Allah SWT telah menciptakan manusia sebagai makhluk sosial, untuk itu maka diperlukan interaksi dan komunikasi untuk tetap bertahan hidup, karena manusia tentu tidak akan dapat hidup sendiri, tanpa bersosialisasi, komunikasi dilakukan dimana-mana, di rumah, di sekolah, di kantor, di kampus, di pasar dan lain sebagainya. Oleh karena itu, ilmu komunikasi penting dan perlu untuk dipelajari.
Banyak pendapat mengenai waktu munculnya komunikasi, ada yang berpendapat bahwa komunikasi sudah ada sejak manusia ada, sejak Adam dan Hawa diturunkan ke bumi. Sedangkan menurut para sejarawan, komunikasi muncul sekitar pada 35.000 SM. Pada saat itu, diperkirakan bahasa mulai digunakan sebagai alat komunikasi. Dan tiga belas kemudian (22.000 SM) ahli pra sejarah menemukan lukisan-lukisan dalam gua yang digunakan sebagai alat komunikasi.
Ilmu komunikasi yang kita pelajari sekarang sebenarnya merupakan  hasil dari suatu proses perkembangan yang panjang. Status ilmu komunikasi di Indonesia sendiri diperoleh melalui Keputusan Presdiden (Keppres) Nomor 107/82 tahun 1982. Keppres itu telah membawa penyeragaman nama dari ilmu yang dikembangkan di Indonesia, termasuk ilmu kita ini. Sebelumnya terdapat beberapa nama yang berbeda yang digunakan fakultas di berbagai Universitas, seperti ilmu publisistik, ilmu komunikasi massa, atau jurnalistik.
Ilmu publisistik berkembang di Eropa, khususnya Jerman, sedang ilmu komunikasi massa lahir di Amerika Serikat. Masuknya dua ilmu itu ke tanah air, selain karena adanya hubungan dengan bangsa-bangsa dari ke dua benua tersebut, juga terutama karena dibawa oleh mereka yang pernah belajar baik di Eropa maupun di Amerika.
Ilmu komunikasi yang dewasa ini dapat diterima baik di Eropa maupun di Amerika Serikat bahkan di seluruh dunia adalah merupakan hasil perkembangan dari publisistik dan ilmu komunikasi massa. Hal ini dimulai oleh adanya pertemuan antara tradisi Eropa yang mengembangkan ilmu publisistik dengan tradisi Amerika yang mengembangkan ilmu komunikasi massa. Hal ini antara lain diupayakan oleh Stappers dari negeri Belanda melalui karya Garbner dari Amerika Serikat. Dalam disertasinya di tahun 1966 (sepuluh tahun setelah Garbner), Stappers sampai pada kesimpulan bahwa komunikasi massa adalah obyek dari publizistikwissenschraft. (Djajusman, 1985,13)
Akhirnya untuk melacak asal-usul Ilmu Komunikasi itu, kita harus mengkaji perkembangan ilmu komunikasi ini baik di Eropa maupun di Amerika Serikat. Di Eropa, khususnya di Jerman, Ilmu Komunikasi berkembang dari publizistikwissenschaft sedang di Amerika Serikat berkembang dari ilmu komunikasi massa.

I.     Komunikasi

A.    Definisi Komunikasi

Kata atau istilah “komunikasi” (Bahasa Inggris “communication”) berasal dari bahasa latin “communicatus” atau communicatio atau communicare yang berarti “berbagai” atau “menjadi milik bersama”.[1]      
Dengan demikian, kata komunikasi menurut kamus bahasa mengacu pada suatau upaya yang bertujuan untuk mencapai kebersamaan.
Menurut Webster New Collogiate Dictionary komunikasi adalah “suatu proses pertukaran informasi di antara individu melalui system lambing-lambang, tanda-tanda atau tingkah laku.
Setiap ahli memiliki definisi yang berbeda-beda mengenai komunikasi. Berikut ini adalah beberapa definisi tentang komunikasi yang dikemukakan oleh para ahli sebagai berikut :
1.      Carl Hovland, Janis dan Kelley
Komunikasi adalah suatu proses melalui dimana sesorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang-orang lainnya (khalayak).
2.      Bernard Berelson & Gary A.Steiner
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian, dan lain-lain melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar, angka-angka dan lain-lain.
3.      Harold Lasswell
Komunikasi pada dasarnya merupakan suatu proses yang menjelaskan “siapa” mengatakan “siapa” mengatakan “apa” dengan saluran “apa”, kepada “siapa” dan “dengan akibat apa” atau “hasil apa”. (Who say what wich channel to whom and with what effect)
4.      Barnlund
Komunikasi timbul didorong oleh kebutuhan-kebutuhan untuk mengurangi rasa ketidakpastian, bertindak secara efektif, mempertahankan atau memperkuat ego.
5.      Weaver
Komunikasi adalah seluruh prosedur melalui mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lainnya.
6.      Gode
Komunikasi adalah suatu proses yang membuat sesuatu dari semula yang dimiliki oleh seseorang (monopoli) seseorang menjadi dimiliki oleh dua orang atau lebih.[2]
Dari definisi tersebut, dapat kita simpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari sesorang kepada orang lainnya baik merupakan gagasan, keahlian, ide maupun pendapat menggunakan alat informasi seperti bahasa, simbol-simbol, lambang-lambang dan lain sebagainya, sehingga orang yang diinformasikan mengerti dan mencerna berita yang disampaikan kepadanya.
Sedangkan dari definisi Lasswell, secara eksplisit dan kronologis menjelaskan tentang lima komponen yang terlibat dalam komunikasi, yaitu :
-          siapa (pelaku komunikasi pertama yang mempunyai inisiatif atau sumber)
-          apa (Isi informasi yang disampaikan)
-          kepada siapa (pelaku komunikasi lainnya yang dijadikan objek informasi)
-          melalui saluran apa (alat/saluran penyampaian informasi)
-          dengan akibat/hasil apa (hasil yang terjadi pada diri penerima)
Definisi ini menunjukkan bahwa komunikasi itu adalah suatu upaya yang disengaja dan mempunyai tujuan. Terdapat lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu : Pertama, sumber (source), sering juga disebut sebagai pengiriman (sender), penyandi (encoding), komunikator, pembicara (speaker) atau orgiginator. Sumber adalah pihak yang berinisiatif atau mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi. Sumber boleh jadi seorang individu, kelompok, organisasi, kelompok, perusahaan atau Negara. Kedua, pesan, yaitu apa yang dikomunkasikan oleh sumber kepada penerima. Pesan merupakan seperangkat simbol verbal dan atau nonverbal yang mewakili, perasaan, nilai, gagatsan atau maksud sumber tersebut. Pesan mempunyai tiga komponen, yaitu makna, digunakan untuk menyampaikan pesan, dan bentuk atau organisasi pesan.
Ketiga, saluran atau media, yaitu alat atau wahana yang digunakan sumber untuk menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada dasarnya saluran komunikasi manusia adalah dua saluran, yaitu cahaya dan suara. Saluran juga menunjuk pada cara penyampaian pesan, apakah langsung atau tidak langsung.
Keempat, penerima (receiver) sering juga disebut sasaran/tujuan (destination), komunikate, penyandi balik (decorder) atau khalayak pendengar (listerner), penafsiran (interpreter) yaitu orang yang menerima informasi dari sumber. Berdasarkan pengalaman masa lalu, rujukan nilai, pengetahuan, persepsi, pola piker, dan perasaan, penerimaan pesan menafsirkan seperangkat symbol verbal dan atau nonverbal yang ia terima.
Kelima, efek, yaitu apa yang terjadi pada penerima setelah ia menerima pesan tersebut, misalnya terhibur, menambah peu bahkan pengetahuan, perubahan sikap atau bahkan perubahan prilaku.
Dari definisi tersebut, dapat kita fahami bahwa tujuan komunikasi dapat berbeda-beda, diantaranya untuk mengenalkan identitas diri kepada sosial, untuk mengubah prilaku dan sikap atau untuk memperngaruhi orang lain, untuk berhubungan dan memupuk kerja sama dengan orang lain atau untuk menyelesaikan tugas-tugas yang penting bagi kebutuhan hidup kita.
Ilmu komunikasi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari secara sistematis segala segi pertanyaan antar manusia. Rumusan ini bermakna bahwa pernyataan antar manusia sebagai obyek pokok studi ini memiliki banyak segi atau aspek yang juga harus dipelajari seperti segi media, segi manusia, segi pengaruh, segi teknik dan metode, segi fungsi, segi sistem dan sebagainya. Sebagaimana yang telah dikemukakan Lasswel mrngrnai lima segi yang merupakan bidang analisis komunikasi.

B.     Sejarah Perkembangan Ilmu Komunikasi

                  Secara umum, sejarah ilmu komunikasi dapat dibedakan menjadi empat periode. Tiap periode masing-masing memberikan karakteristik sendiri-sendiri terhadap penekanan bidang studi dan konteks peristiwa komunikasi yang diamati. Berikut adalah proses perkembangan ilmu komunikasi dari masa ke masa:
1). Periode Tradisi Retorika
            Studi komunikasi atau yang terkenal sebagai retorika pada zaman Yunani Kuno, sebenarnya telah ada sebelum zaman Yunani. Pada zaman kebudayaan Mesir telah ada tokoh-tokoh retorika seperti Kagemi dan Ptah-Hotep, namun demikian tradisi retorika sebagai upaya pengkajian dan terorganisasi baru dilakukan di zaman Yunani Kuno dengan perintisnya Aristoteles.
            Aristoteles menyatakan bahwa retorika mencakup tiga unsur yang bertujuan untuk mempersuasi, yaitu :
·         Ethos (kredibilitas sumber)
·         Panthos (hal yang menyangkut emosi/perasaan)
·         Logos (hal yang menyangkut fakta)
Menurutnya unsur-unsur tersebut juga menentukan keberhasilan upaya persuasi yang dilakukan seseorang. Pada abad pengetahuan ilmu retorika semakin dikenal di Negara Inggris, Perancis dan Jerman. Tokoh-tokoh yang terkemuka pada zaman ini antara lain Thomas Wilson, Francis Bocon, Rene Descantres, John Locke, Giambatista Vico dan David Hume.[3]
2). Periode Pertumbuhan
            Pertumbuhan komunikasi dimulai pada awal abad ke-19. Ada beberapa perkembangan penting yang terjadi pada masa ini, seperti penemuan-penemuan teknologi komunikasi seperti telepon, telegraph, radio, TV, dan lain-lain.
            Secara umum, bidang-bidang studi komunikasi yang berkembang pada periode ini diantaranya peranan komunikasi dalam kehidupan sosial, komunikasi dan pendidikan, penelitian komunikasi komersial, dan lain-lain. Pada masa itu, bidang kajian komunikasi dan kehidupan sosial mulai berkembang sejalan dengan proses modernisasi yang terjadi.
            Di bidang pengkajian komunikasi dan pendidikan misalnya aspek-aspek yang diteliti mencakup penggunaan teknologi baru dalam pendidikan formal, keterampilan komunikasi, stratergi komunikasi serta reading dan listening. Sementara di bidang penelitian komunikasi komersial, dampak iklan pada khlayak serta aspek-aspek yang menyangkut media  mulai berkembang sejalan dengan tumbuh kembang industry perngiklanan dan penyiaran.
3). Periode Konsolidasi : PD II-1960-an
            Periode konsolidasi adalah istilah periode setelah Perang Dunia II, karena pada masa itu konsolidasi dari pendekatan ilmu komunikasi sebagai suatu ilmu pengetahuan sosial bersifat multidisipliner (mencakup berbagai ilmu) mulai terjadi.
            Kristaliasi ilmu komunikasi ditandai oleh dua hal. Pertama adanya adopsi perbendaharaan istilah-istilah yang dipakai secara seragam. Kedua munculnya buku-buku dasar yang membahas tentang pengertian dan ilmu komunikasi telah menjadi suatu pendekatan yang lintas disipliner dalam arti mencakup berbagai ilmu lainnya karena didasari bahwa komunikasi merupakan suatu proses sosial yang kompleks.
            Istilah Mass Communication (komunikasi masa) dan Communication Research (Penelitian komunikasi) mulai banyak dipergunakan. Cakupam bidang studi komunikasi pun mulai diperjelas dan dibagi dalam empat tataran: komunikasi intrapribadi, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok dan organisasi, komunikasi makro sosial serta komunikasi massa.
4). Periode Teknologi Komunikasi : 1960-an sekarang
            Sejak tahun 1960-an perkembangan komunikasi semakin kompleks dam mengarah pada spesialisasi. Periode masa sekarang disebut juga sebagai periode komunikasi dan informasi yang ditandai oleh beberapa factor:
a). Kemajuan teknologi computer, VCR, TV, kabel, dll.
b). Tumbuhnya industri media yang tidak hanya bersifat nasional tapi juga regional dan global.
c). Ketergantungan terhadap situasi ekonomi dan politik global khususnya dalam konteks center periphery
d). Semakin banyaknya kegiatan pembangunan ekonomi di seluruh Negara
e). Semakin luasnya proses demokratisasi ekonomi dan politik[4]

II. Publisistik

A.    Definisi Publisistik

Menurut Hageman, publisistik adalah ilmu tentang isi kesadaran yang umum dan aktual. Sedangkan Dofivat menyebut publisistik sebagai segala upaya menggerakkan dan membimbing tingkah laku khalayak secara rohaniah, justru itu publisistik merupakan suatu kekuatan yang dapat mengendalikan tingkah laku manusia dan mewarnai perkembangan sejarahnya.[5]
Publisistik bukanlah ilmu pers atau kewartawanan, melainkan ilmu yang dikembangkan untuk memahami dan mengendalikan segala tenaga yang mempengaruhi tindakan khalayak. Obyek studinya adalah pernyataan umum yang aktual.
Sedangkan publisitas adalah kegiatan mempromosikan sesuatu atau seseorang kepada publik. Atau bisa disebut juga sebuah aktivitas untuk menyebarluaskan informasi tentang seseorang di suatu tempat yang menarik perhatian banyak orang.
Menuut Effective Public Relations, yang dimaksud dengan publisitas adalah informasi yang berasal dari satu sumber luar yang digunakan oleh media karena informasi itu mempunyai nilai berita maka pantas disebarluaskan kepada publik. Publisitas juga merupakan metode atau aktivitas untuk mengendalikan penempatan pelbagai pesan dan informasi dengan membayar/tidak membayar ruang dan waktu milik media.[6]
Pengertian publicity masih kurang dikenal di Indonesia, di dalam masyarakat kita masih terdapat kekacauan pengertian antara pengertian publicity yang terdapat dalam buku-buku yang berasal dari Amerika dengan pengertian yang berasal dari bahasa belanda.
Publiciteit yang berasal dari bahasa belanda dianggap identik dengan pengertian publisistik  dalam bahasa kita, atau sama dengan pengertian komunikasi. Sedangkan pengertian publicity yang terdapat dalam buku-buku yang berasal dari Amerika merupakan pengertian khusus dalam pengertian ilmu komunikasi secara keseluruhan, publicity hanya dianggap sebagai salah satu bagian atau spesialisai dalam ilmu komunikasi.
Demikian juga dengan pengertian publikasi, masih sering terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan publikasi yang disamakan dengan publisitas. Publikasi berasal dari perkataan latin yaitu publication artinya mengumumkan atau upaya untuk menjadi umum.
Dalam keseharian, kita sering mendengar kata publish yang artinya adalah mengumumkan atau menerbitkan. Kata publish identik dengan promosi, namun publisitas dengan promosi tidaklah sama. Keduanya dapat dibedakan namun tidak dapat dipisahkan. Publisitas dan promosi memang berbeda, sekurang-kurangnya dalam tiga bentuk aktivitas pemanfaatan media, yaitu media tradisional, media elektronik, dan media tatap muka.
Pada umumnya tujuan utama dari setiap aktivitas media tersebut relatif sama, yaitu mengomunikasikan pesan kepada semakin banyak tak peduli dibatasi oleh ruang dan waktu, memang ideal publisitas itu bertujuan menjangkau kelompok sasaran utama yaitu para pengguna suatu produk.[7]
Publikasi dapat diartikan sebagai usaha untuk menyebarluaskan informasi atau pesan tertentu melalui berbagai media. Sedangkan pengertian publisitas secara singkat adalah “planned news”. Jadi, publisitas adalah salah satu bentuk speialisasi  dari ilmu komunikasi yang bertujuan hendak membentuk pendapat umum dengan jalan menyiarkan berita, terutama dengan menciptakan peristiwa.

B.     Sejarah Publisistik

Publisistik (Publizistik) di Jerman, sebenarnya berkembang dari Ilmu Pers atau Ilmu Pesuratkabaran yang dikenal dengan nama Zaitungswissenschraft. Asalnya dapat ditelusuri sampai abad ke-19 ketika suratkabar sebagai obyek studi ilmiyah mulai menarik perhatian para pakar di masa itu. Surat kabar sebagai salah satu hasil dari pertumbuhan teknologi dan industri ternyata membawa berbagai implikasi sosial yang sangat menarik bagi kajian ilmu kemasyarakatan dan kemanusiaan.[8]
Pada awalnya ahli ekonomi Karl Bucher (1847-1930) yang tertarik dan mengajarkan sejarah pers, organisasi pers dan statistic pers pada tahun 1884. Bahkan pada tahun itu studi pers muncul dengan nama Zaitungskunde di berbagai universitas hingga menaikan gengsi suratkabar menjadi ilmu dengan lahirnya Zaitungswissenscharft (ilmu surat kabar).
Kemudian munculnya radio dan film pada awal abad ke-20 membuka pengkajian baru yang lebih luas dari pada surat kabar. Demikian juga dengan berkembangnya kajian mengenai pendapat umum dan retorika semakin meluaskan bidang studi ilmu ini sehingga tak dapat lagi ditampung oleh Zaitungswissenscharft. Justru itu pada tahun 1930 Walter Hagemann mengusulkan dan memperkenalkan nama Publizistik sebagai salah satu disiplin ilmu yang mencakup bukan saja surat kabar, tetapi juga radio, film, retorika dan pendapat umum.
Dalam perkembangan selanjutnya publisistik semakin mendapat pengakuan sebagai salah satu disiplin dalam ilmu sosial. Obyek penelitiannya bukan lagi surat kabar melainkan offentiche aussage (pernyataan umum).

III. Ilmu Komunikasi Massa

A.    Definisi Ilmu Komunikasi Massa dan Perkembangannya

Ilmu Komunikasi Massa (Mass Communication Science) berkembang di Amerika Serikat melalui jurnalistik. Jurnalistik sebagai suatu keterampilan mengenai surat kabar sudah mulai dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1700. Namun sebagai pengetahuan yang diajakan di universitas, barulah mulai dirintis oleh Robert Leo di Washington College, pada tahun 1870. Hal ini berarti, bahwa Amerika Serikat terlambat 26 tahun dari Eropa. Namun demikian buku mengenai surat kabar dan penerbitnya telah terbit di Amerika Serikat tahun 1810 dengan lahirnya karya Isaiah Thomas berjudul History of Printing in Amerika.[9]
Sebelum jurnalistik diperlajari di Universitas, maka selama 170 tahun (1700-1870), kegiatan ini dilakukan secara magang, misalnya pada percetakan atau instansi lainnya. Sebelum adanya sekolah jurnalistik, maka studi ini hanyalah merupakan bagian dari depertemen bahasa inggris dalam universitas, seperti di Universitas Kansas, Missouri dan Pennsylvania. Pada waktu itu jurnalistik  belum mendapatkan penghargaan para ilmuan karena yang diajarkan hanyalah bersifat teknis. Namun setelah Bayer memasukkan Jurnalistik sebagai minor program Ilmu Sosial di Universitas Wisconsin tahun 1930-an, mulailah jurnalistik berkembang sebagai disiplin tersendiri. Hal ini lebih berkembang lagi setelah perang Dunia ke II, karena semakin banyak pakar disiplin sosiologi, polotik dan psikologi yang melakukan berbagai aspek surat kabar, radio, film dan televisi. Pada masa ini para pakar itu merasa bahwa jurnalistik tidak dapat menampung berbagai pengkajian yang telah mereka lakukan, sehingga perlu memberikan nama yang sesuai yaitu Ilmu Komunikasi Massa, sehingga obyeknya tidak hanya mengenai surat kabar, melainkan mencakup juga radio, film dan televisi. Keempat media itu disebut media massa.
Ilmu komunikasi massa ini hampir sama dengan publisistik di Eropa sebagaimana dikemukakan di atas. Perbedaannya hanya karena studi mengenai retorika yang dicakup dalam publisistik, berkembang sendiri di Amerika sebagai suatu disiplin tersendiri dengan nama Speech Communication di beberapa universitas. Dengan demikian ke dua bidang itu masing-masing dikembangkan pada departemen tersendiri, yaitu Department Speech Communication dan Department Mass Communication. Dalam perkembangan selanjutnya kedua bidang kajian itu akhirnya menyatu menjadi Ilmu Komunikasi (Communication Science)
Karena banyaknya perkembangan di berbagai bidang ilmu sosial, hal itu menimbulkan kesadaran bagi banyak ahli bahwa ilmu komunikasi massa dirasa semakin tidak mampu menampung kegiatan ini, sehingga perlu diperluas menjadi ilmu komunikasi saja. Dengan demikiannya kajiannya menjadi tidak sempit dan terbatas mengenai media saja, melainkan juga mencakup komunikasi sosial seperti penyuluhan, ceramah dan retorika.
Perkembangan ilmu komunikasi massa menjadi ilmu komunikasi, lebih diperkuat lagi oleh departemen Speech Communication. Sejak tahun 1949 departemen ini telah mengusulkan agar komunikasi bisa menjadi suatu disiplin tersendiri yang mencakup juga komunikasi massa.

IV. Perbedaan Komunikasi dan Publisistik

Ilmu publisistik berkembang di Eropa, khususnya Jerman, sedang ilmu komunikasi massa lahir di Amerika Serikat. Masuknya kedua ilmu itu ke tanah air, selain karena adanya hubungan dengan bangsa-bangsa dari kedua benua tersebut, juga terutama karena dibawa oleh mereka yang pernah belajar baik di Eropa maupun di Amerika.
Ilmu komunikasi yang dewasa ini dapat diterima baik di Eropa maupun di Amerika Serikat bahkan di seluruh dunia adalah merupakan hasil perkembangan dari publisistik dan ilmu komunikasi massa. Hal ini dimulai oleh adanya pertemuan antara tradisi Eropa yang mengembangkan ilmu publisistik dengan tradisi Amerika yang mengembangkan ilmu komunikasi massa. Hal ini antara lain diupayakan oleh Stappers dari negeri Belanda melalui karya Garbner dari Amerika Serikat. Dalam disertasinya di tahun 1966 (sepuluh tahun setelah Garbner), Stappers sampai pada kesimpulan bahwa komunikasi massa adalah obyek dari publizistikwissenschraft. (Djajusman, 1985,13)
Karena ilmu komunikasi merupakan perkembangan antara pubisistik dan ilmu komunikasi massa, maka pembahasan ilmu komunikasi tentu jauh lebih luas dari pada publisistik, sehingga dapat dikatakan bahwa publisistik merupakan sub-disiplin dalam ilmu komunikasi. Objek pengkajian ilmu publisistik adalah pernyataan umum yang aktual. Karenanya, pembahasan dari studi ini cukup sempit, sebab pernyataan yang tak bersifat umum dan tidak aktual tidak termasuk dalam studi ini, sedangkan dalam kehidupan dan kegiatan manusia sebagai makluk sosial, banyak sekali terjadi pernyataan yang tidak ditujukan kepada khalayak dan karena itu tak bersifat umum dan juga tidak aktual. Hal inilah yang kemudian menyebabkan publisistik harus menepi dan merelakan diri menjadi cakupan dari Ilmu Komunikasi yang lebih luas. Dalam hal ini eksistensi publisistik tidak terhapus melainkan hidup sebagai salah satu sub-disiplin dalam ilmu komunikasi yang khusus memperlajari pernyataan yang bersifat umum dan aktual. Disini publisistik sesungguhnya kurang lebih sama dengan komunikasi massa.
Sedangkan ilmu komunikasi mencakup semua pernyataan manusia baik melalui media massa dan retorika maupun yang dilakukan secara langsung. Justru itu kajian ilmu komunikasi sama sekali tidak menghilangkan eksistensi kajian-kajian sebelumnya seperti jurnalistik, pers dan media massa, retorika dan komunikasi persona. Bahkan semua itu merupaka bidang studi komunikasi.

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Manusia diciptakan oleh Allah SWT sebagai makluk sosial yang saling membutuhkan, saling berinteraksi dan berkomunikasi dengan yang lainnya. Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu komunikasi menjadi salah satu bidang ilmu yang menjadi sorotan para ilmuan. Berdasarkan latar belakang sejarah ilmu komunikasi yang telah kita bahas, jelaslah bahwa untuk sampai kepada nama ilmu komunikasi komunikasi sebagaimana dipakai di seluuh dunia dewasa ini, ternyata diperlukan waktu beberapa dasawarsa, sejak orang di Jerman mengembangkan ilmu pers (1925) dan orang Amerika mengajarkan jurnalistik di universitas (1930). Dari latar belakang sejarah tersebut juga sudah dapat dilihat bahwa perubahan nama itu sesungguhnya karena perubahan atau lebih tepat perluasan obyek dan bidang ilmu studi ini.
Ilmu publisistik berkembang di Eropa, khususnya Jerman, sedang ilmu komunikasi massa lahir di Amerika Serikat. Kemudian, seiring dengan perkembangan zaman, maka cakupan ilmu yang ada di keduanya tidaklah dapat menampung pembahasan yang semakin banyak di masyarakat, oleh karena itu perlu digunakan nama yang lebih sesuai yaitu Ilmu Komunikasi agar cakupan pembahasannya lebih meluas. Sedangkan publisistik dan ilmu komunikasi massa kemudian menjadi salah satu sub-bab dalam ilmu komunikasi.

 

B. Saran

Hidup kita tidak terlepas dari komunikasi, kini komunikasi menjadi sorotan para ilmuan karena telah menjadi sebuah  bidang ilmu konsentrasi. Seiring dengan perkembangan zaman maka ilmu komunikasi semakin berkembang. Dan untuk melacak asal-usul Ilmu Komunikasi, kita harus mengkaji perkembangan ilmu komunikasi ini baik di Eropa maupun di Amerika Serikat. Di Eropa, khususnya di Jerman, Ilmu Komunikasi berkembang dari publizistikwissenschaft sedang di Amerika Serikat berkembang dari ilmu komunikasi massa.





[1] Riswandi,  Ilmu Komunikasi. Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal 1     
[2] Ibid, hal 2
[3] Marhaeni fajar,  Ilmu Komunikasi (Teori & Praktik) . Graha Ilmu, Yogyakarta, 2009, hal 17       
[4] Ibid, hal 19-20
[5] Anwar Arifin,  Ilmu Komunikasi. Graha Ilmu, Jakarta, 2003, hal 5-6   
[6] Alo Liliweri, Komunikasi Serba Ada Serba Makna. Kencana, hal 458
[7] Alo Liliweri, Komunikasi serba ada serba makna , hal 456
[8] Anwar Arifin, hal 4          
[9] Anwar Arifin, Ilmu Komunikasi (Sebuah Pengantar Ringkas) Hal 6

Komentar

Postingan populer dari blog ini

As-Sam'iyyat

As-Sam’iyyaat Temen-temen pernah denger istilah As-sam’iyyat? Mungkin sebagian dari kita udah nggak asing lagi dengan istilah ini, As-Sam’iyyat merupakan perkara yang tidak dapat digambarkan dengan pancaindera manusia dan hanya dapat diketahui melalui al-quran dan al-hadis. Adapun perkara-perkara yang termasuk as-sam’iyyat adalah alam kubur, hari kiamat, malaikat, jembatan sirath, padang mahsyar, surga dan neraka. Bahkan, jin, dan setan juga merupakan perkara as-sam’iyyat karena kita tidak dapat melihatnya dengan kasat mata kecuali dengan kekuasaan Allah. Kita sebagai umat muslim wajib untuk meyakini akan adanya as-sam’iyyat walaupun hal tersebut hanya dapat kita dengar dari al-quran dan hadits. Dalil kewajiban beriman dengan perkara sam’iyat seperti yang Allah firmankan di dalam Al-quran : الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “(yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebah

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak membe