Langsung ke konten utama

Aku, Harta dan Shodaqoh




Kisah Sayyidina Umar Radhiyallahu ‘anhu Ingin Mengalahkan Sayyidina Abu Bakar Radhiyallahu ‘anhu dalam Berinfak

Sayyidina Umar RA berkata “Suatu ketika, baginda Rasulullah SAW menyuruh kami agar berinfak di jalan Allah SWT.  Kebetulan ketika itu aku sedang punya banyak harta. Aku berkata di dalam hati, “Selama ini Abu Bakar selalu mengalahkan aku dalam berinfak, inilah waktunya aku akan mengalahkannya dalam berinfak, karena saat ini aku memiliki banyak harta. Aku pun pulang ke rumah dengan gembira. Kemudian aku membagi seluruh harta yang ada di rumah menjadi dua bagian. Aku meninggalkan separuhnya untuk keluarga, dan separuhnya lagi aku serahkan kepada Baginda Rasulullah SAW.

Baginda Rasulullah SAW bertanya “Wahai Umar, adakah yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?” Aku menjawab “Ada Ya Rasulallah. Beliau bertanya lagi, beapakah yang kamu tinggalkan? Aku menjawab “Aku tinggalkan untuk mereka separuh dari hartaku”
Kemudian datanglah Sayyidina Abu Bakar RA dengan membawa seluruh hartanya. Baginda Rasulullah SAW bertanya kepadanya “Wahai Abu Bakar, apa yang kamu tinggalkan untuk keluargamu?” Sayyidina Abu Bakar RA menjawab “Aku tinggalkan untuk mereka Allah Subhanahu wa Ta’aala dan Rasulnya. (Aku tinggalkan untuk mereka berkah ridha dari Allah SWT dan Rasulnya).

Sayyidina Umar RA berkata “Aku tidak akan pernah dapat mengalahkan Abu Bakar”


Kisah di atas merupakan salah satu kisah kedermawanan pada sahabat. Masih sangat banyak kisah yang menceritakan sifat dermawan para sahabat. Abu Bakar adalah sahabat yang sangat terkenal akan kedermawanannya. Sebelum masuk islam, beliau merupakan salah satu pemuka yang kaya raya. Namun setelah masuk islam, beliau menginfakkan seluruh hartanya di jalan Allah. 

Berlomba-lomba dalam kebaikan sangatlah dianjurkan di dalam islam. Begitulah para sahabat saling berlomba-lomba dalam amal sholih dan takwa. Mereka tidak takut miskin karena seluruh hartanya diinfakkan bahkan tidak disisakan untuk dirinya sendiri.

Harta yang kita infakkan adalah tabungan kita untuk akhirat, usahakan untuk menyimpan harta kita di akhirat. Jangan sampai bencana datang mengambil harta kita sehingga ia menjadi sia-sia. Atau ketika meninggal dunia pun harta kita hanya akan menjadi milik orang lain. Dalam beberapa hari keluarga yang kita tinggalkan akan menangis dan bersedih, namun beberapa saat kemudian akan diam. Jarang sekali ahli waris yang mengingat si mayit dengan menyisihkan harta warisannya untuk diinfakkan.

Harta yang diinfakkan seoang muslim merupakan tabungan untuk akhirat, sehingga hartanya disimpan untuk dirinya sendiri. Sedangkan harta yang dikumpulkan di dunia adalah harta yang ia kumpulkan untuk orang lain.

Harta tidaklah akan kita bawa ke akhirat nanti, maka pada saat kita mati harta yang kita kumpulkan tidaklah dapat menolong kita.

Maka dari itu sobat, hendaklah kita sisihkan sebagian atau sedikit harta kita untuk berinfak dan shodaqoh untuk tabungan kita di akhirat kelak. Jadikanlah harta yang kita miliki di dunia ini sebagai penolong kita di akhirat dan bukan asbab yang akan membawa kita menuju api neraka.
Memberikan sesuatu yang sangat kita sukai memang terasa begitu berat. Namun sungguh hal itu merupakan hal yang sangat dicintai oleh Allah. Dan Allah akan memberikan pahala yang berlipat ganda. 

Di zaman kini, sangat jarang kita temui orang yang menginfakkan setengah dari hartanya apalagi seluruh hartanya. Namun, apabila kita tak dapat melalukan hal itu, minimal kita membayar zakat harta yang harus kita keluarkan pada saat nasab dan haulnya terpenuhi.

Semoga harta yang kita miliki dapat menjadi penolong kita di akhirat dan bukan sebagai penyebab kita masuk ke dalam api neraka.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Klasifikasi Hadith Berdasarkan Jumlah Perawi dan Cara Penyampaiannya

BAB I PENDAHULUAN                    I.             Latar Belakang Hadits merupakan pedoman hidup yang utama setelah Al-Qur’an, maka dari mempelajarinya merupakan suatu kebutuhan. Untuk memahami hadits diperlukan adanya ilmu dasar yang disebut dengan Mustholah Hadits. Berbeda dengan Al-Qur’an yang bersifat qoothi’ul  wuruud, hadits bersifat dzhonniyul wuruud , sehingga hadits memiliki derajat yang berbeda-beda. Salah satu pembahasan dalam ilmu hadits adalah klasifikasi hadits berdasarkan jumlah perawi yang meriwayatkannya. Semakin banyak periwayat yang meriwayatkan, maka semakin besar juga kemungkinan Klasifikasi ini dibagi menjadi dua, yaitu hadits yang mutawatir dan hadits ahad . Hadits ahad terbagi lagi menjadi tiga yaitu masyhur , aziz dan ghorib. Adanya klasifikasi ini untuk membantu ulama hadits dalam menentukan apakah k...

Ibnu Qutaibah dan Ilmu Musykil al-Qur’an: Dialektika antara Akal dan Teks

Pendahuluan Al-Qur’an telah diturunkan oleh Allah Swt dengan jelas dan terperinci, kandungannya benar dan jauh dari kesalahan. Apabila manusia yang membuat a l-Qur’an, tentu saja ada berbagai pertentangan di dalamnya. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surat al -Nisa ayat 82: أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِنْدِ غَيْرِ اللَّهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرًا “ Maka apakah mereka tidak memperhatikan al- Qur ’ an? Kalau kiranya al- Qur ’ an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat i pertentangan yang banyak di dalamnya. ” (QS. Al-Nisa’: 82) Oleh karena itu, para ulama menggunakan kata “musykil” pada ilmu al-Qur’an ( musykil al-qur’an ), bukan mukhtalaf sebagaimana yang digunakan dalam pembahasan ilmu hadis ( mukhtalaf al-hadits ). Hal ini dikarenakan a l-Qur’an adalah haq , tidak ada pertentangan di dalamnya, berbeda dengan hadis yang masih bisa diperdebatkan. Meskipun demikian, tidak semua ayat a l-Qur’an dapat dipahami secara lang...

Sunnah-Sunnah Sholat Menurut para Imam Madzhab

Shalat merupakan  kewajiban seorang muslim kepada Tuhannya, Allah. Ibadah inilah yang paling pertama akan dihisab di akhirat kelak, sebagaimana sabda Rasulullah Saw: إِنَّ أَوَّلَ مَايُحَاسَبُ بِهِ النَّاسُ بِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ أَعْمَالِهِمْ الصَّلاة “Sesungguhnya yang pertama kali akan dihisab dari amal perbuatan manusia pada hari kiamat adalah sholatnya.” Nah, sudahkah kita memahami betul perkara-perkara sholat? Kali ini saya akan berbagi sedikit ilmu yang pernah saya pelajari ketika belajar di TMI Pesantren Modern Daarul Uluum Lido dalam kitab “Al-Fiqhu ‘alaa Madzaahibil Arba’ah” (Imam Syafi’i, Imam Maliki, Imam Hanifah dan Imam Hanbali) karya Abdurrahman Al-Jaziri. Terkadang kita menyepelekan dan mengabaikan perkara-perkara sunnah dalam sholat, memang kita tidak berdosa jika meninggalkan perkara sunnah, namun hal ini tentu akan merugikan kita. Menurut Imam Syafi’i dan Hanbali Sesungguhnya barangsiapa yang meninggalkan sunnah-sunnah shalat, Allah SWT tidak m...